- Back to Home »
- Sejarah Amerika "Keterlibatan Amerika dalam Pembangunan Indonesia"
Posted by : Unknown
Senin, 26 Mei 2014
KETERLIBATAN AMERIKA DALAM
PEMBANGUNAN INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampuh Dr.SurantoM.Pd
Disusun Oleh:
Dhevy
Ratna Sari 120210302095
Kelas
B
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT , berkat
limpahan karunia – Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keterlibatan
Amerika dalam pembangunan Negara Indonesia. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi penyelesaian materi kuliah Sejarah Amerika.
Di era globalisasi ini, era yang
penuh persaingan, baik persaingan lokal, nasional dan global. Oleh karena itu
kita harus membekali diri untuk menghadapi persaingan tersebut. Bekal ilmu
pengetahuan saja tidak cukup karena dalam era globalisasi sekarang ini sistem
kerja tidak hanya mengandalkan individu, tetapi juga jaringan kerjasama dengan
pihak -pihak lain. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi sangat dibutuhkan.
Makalah ini dibuat untuk
memberikan arahan dan tuntutan kepada pembaca agar mampu berkomunikasi baik
secara lisan maupun tulisan. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat
belajar secara aktif dan kreatif dan mampu mengetahui pentingnya belajar sejarah Amerika khususnya mengenai Keterlibatan
Amerika dalam pembangunan Negara Indonesia. Terakhir, ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya
pembuatan makalah ini. Selain itu, kami pun mengucapakan terima kasih kepada Dosen Pengampu Dr.SurantoM.Pdyang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam
pembuatan makalah ini.
Kami
berharap makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih berkompeten dalam
komunikasi memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas pembelajaran materi Sejarah Amerika.
Penulis,
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Keterlibatan
AS dalam PRRI/Permesta telah membuat Indonesia berang. Indonesia pun memutuskan
untuk membeberkan keterlibatan AS ini dalam forum internasional. Konferensi
Asia-Afrika II dianggap merupakan momen yang tepat untuk membeberkan
keterlibatan ini. Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Subandrio pun menyiapkan
pengumuman yang rencananya akan disampaikan dalam konferensi itu, bahwa
Indonesia mempunyai bukti adanya satu plot Amerika-lnggris akan mengadakan
serangan militer terhadap Indonesia. Sayangnya, konferensi itu batal
dilaksanakan. Namun pembatalan konferensi tidak lantas membatalkan niat
Indonesia untuk membeberkan kesalahan AS ini.
Perhatian
AS terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan
letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alam yang luar biasa.
Sebab itu, menjadikan Indonesia sebagai “wilayah yang bersahabat” dipandang
sangat penting bagi AS. George F. Kennan, Direktur Policy Planning Staff (PPS),
pernah berkata kepada Menteri Luar Negeri AS George C. Marshall pada 17
Desember 1948, “Persoalan paling penting dalam pergulatan kita dengan Kremlin
sekarang adalah persoalan Indonesia.”
Indikasi
dari adanya keterlibatan dan intervensi Amerika Serikat di Irian Barat itu
sendiri memiliki permasalahan yang cukup signifikan. Hal ini diawali dari
adanya kepentingan serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat itu sendiri di
berbagai negara di Asia, temasuk Indonesia. Kemudian dengan adanya kemampuan
dari Amerika Serikat dalam hal militer dan juga perekonomian itu sendiri
memberikan kekuasaan terhadap negara-negara yang dianggapnya dapat diperoleh
kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral. Berbagai hubungan Amerika
Serikat-Indonesia yang pada mulanya dilakukan oleh Amerika Serikat berawal dari
adanya insiden antara awak kapal perang Potomac dengan penduduk Kuala Batu di
Aceh.Kemudian berlanjut menjadi adanya indikasi keterlibatan Amerika Serikat dalam
operasi Trikora yang menurut Amerika Serikat itu sendiri adalah upaya pribadi
Soekarno yang merusak tatanan perdamaian dan kesejahteraan dunia yang kemudian
dibentuknya opini dunia oleh Amerika Serikat itu sendiri
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
peran Amerika dalam pembentukan PRI/PERMESTA?
2. Bagaimana Peranan
CIA terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia?
3. Bagaimanakah
Intervensi Amerika dalam Pembebasan Irian Barat?
1.3
Manfaat
dan Tujuan
1. Mengetahuiperan Amerika dalam pembentukan PRI/PERMESTA
2. Mengetahui
peranan CIA terhadap NKRI
3. Mengetahui
Intervensi Amerika dalam pembebasan Irian Barat
4. Mengetahuiperan Amerika dalam membidani Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Amerika Serikat Dan Pemberontakan Prri-permesta
Suasana demokrasi liberal di tahun 1950-an telah menimbulkan kekacauan dan pergolakan-pergolakan dengan kekerasan.Pemilihan umum yang dilaksanakan tahun 1955 tidak berhasil menghilangkan ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan sosial. Daerah-daerah di luar Jawa merasa dianaktirikan oleh Pemerintah Pusat, sehingga di beberapa daerah muncul gerakan-gerakan menuntut otonomi luas. Di bidang ekonomi dan perdagangan hasil ekspor yang sebagian berasal dari daerah-daerah luar Jawa, pembagian penggunaan di Pulau Jawa dianggap tidak adil. Di samping kekecewaan-kekecewaan tersebut, ada suatu masalah yang cukup serius yang mendorong Letnan Kolonel Ahmad Husein di Sumatera Barat bertekad menentang pemerintah Pusat, yaitu adanya penilaian bahwa Bung Karno dianggap mulai dipengaruhi Partai Komunis Indonesia.
Pada akhir bulan Desember 1956 dan permulaan tahun 1957 terjadi
pergolakan menentang pemerintah Pusat, di Sumatera Tengah, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan dan Sulawesi. Pergolakan ini dimulai dengan pembentukan “Dewan
Banteng” di Sumatera Barat tanggal 20 Desember 1956 dipimpin Letnan Kolonel
Achmad Hussein. Tindakan pertama dilakukan dengan mengambil alih pimpinan
pemerintah Sumatera Barat dari Gubernur Ruslan Muljohardjo. Dua hari
kemudian,tanggal 22 Desember 1956 di Medan terbentuk “Dewan Gajah”, dipimpin
Kolonel Maludin Simbolon, yang menyatakan bahwa Sumatera Utara melepaskan diri
untuk sementara dari hubungan dengan pemerintah
Pusat. Bulan Januari 1957 “Dewan Garuda” mengambil alih pemerintahan dari
Gubernur Winarno.
Pada tanggal 2 Maret 1957 di Manado diumumkan “Piagam Perjoangan Semester(PERMESTA)” oleh Letnan Kolonel Sumual, menentang pemerintahTahun 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden.1Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa.
Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Lima puluh tahun yang lalu, tepatnya 20 Desember 1957, di sebuah kota kecil di pesisir barat pantai Sumatera yang bernama Salido, berlangsung suatu sidang reuni para militer pejuang yang tergabung dalam Resimen IV Divisi Banteng Sumatera Tengah.2 Reuni tersebut menghasilkan dan membentuk suatu badan organisasi yang dinamai "Dewan Banteng" dengan tokoh-tokoh militer seperti Kolonel Achmad Husein, Kolonel Dahlan Jambek, Kolonel M. Simbolon dan lain-lain sebagai para atasan dan penggeraknya. Namun, pada 15 Februari 1958, atas prakarsa "Dewan Banteng", organisasi yang dilahirkan dari hasil reuni militer yang dikepalai oleh Letkol Achmad Husein, Kolonel Dahlan Jambek dan Kolonel Maludin Simbolon, "diproklamirkan" sebuah pemerintahan baru yang bernama "Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia" yang disingkat dengan sebutan PRRI, dengan kota Padang sebagai "ibukota negara" dan Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai "Presiden PRRI". Proklamasi PRRI ini, menjadi titik awal perlawanan secara terbuka terhadap kepemimpinan Presiden Sukarno dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ranah Minang dikuasai oleh oknum-oknum, baik militer maupun sipil, yang tidak merasa puas dengan kepemimpinan Bung Karno, dan membawa rakyat Minangkabau untuk memberontak melepaskan diri dari ikatan persatuan NKRI. Sementara itu, dalam waktu yang sama, di bagian Timur tanah air, juga timbul satu pemberontakan yang senada, perlawanan terhadap NKRI di bawah pimpinan Letkol Ventje Sumual, dengan membentuk pemerintah tandingan yang bernama PERMESTA (Pemerintah Rakyat Semesta).
Alasan-alasan yang dikemukakan oleh pemimpin-pemimpin gerakan-gerakan
tersebut sama, tidak lain adalah pemerintah Pusat dianggap kurang memperhatikan
keadaan daerah disertai tuntutan menambah anggota kabinet dengan Mohammad Hatta
dan Sri Sultan Hamengkubuwono. Menghadapi tantangan dari daerah-daerah,
pemerintah Pusat memprakarsai Musyawarah Nasional di Jakarta yang berlangsung
tanggal 9 hingga 11
2 Yoseph Tugio Taher, RRT, Korea Utara
dan Vietnam Utara yang kesemuanya beraliran komunis. Di luar negeri Sukarno
juga sedang hebat-hebatnya menggalang persatuan Negara-negara berkembang Asia
dan Afrika guna menentang kaum imperialis. Di dalam negeri, Sukarno menolak
bantuan Amerika yang disalurkan lewat program USAID (United State Aid), serta
mengisyaratkan kemungkinan pengambilalihan perusahaan Amerika Serikat seperti
Calltex, Stanvac, Good Year dan Union Carbide.
Menanggapi ketidaksukaannya pada AS, Bung Karno sering mendapat pertanyaan,
apakah sikapnya anti Amerika dan Bung Karno pun lantas menjawab:
"Bertahun-tahun lamanya aku sangat ingin menjadi sahabat Amerika, akan
tetapi sia-sia".23 Pernyataan Bung Karno tersebut menyiratkan bahwa
sebenarnya ia tidak membenci Amerika, akan tetapi berbagai perlakuan tidak
menyenangkan yang diterimanya dari AS mulai dari keterlibatan AS pada
PRRI/Permesta yang menunjukkan betapa AS tidak menghormati dan berusaha mengaduk-aduk
kedaulatan Indonesia, sampai pada sikap tidak bersahabat Presiden Eisenhower
pada Bung Karno ketika Bung Karno mengunjungi Washington pada tahun 1960 membuat
Bung Karno tidak bisa tidak membenci AS.
Memburuknya Hubungan Diplomatik antara Indonesia-Amerika Serikat, dan
Berubahnya Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia menjadi Condong ke Arah
Komunis.
Keterlibatan AS dalam PRRI/Permesta telah membuat Indonesia berang. Indonesia pun memutuskan untuk membeberkan keterlibatan AS ini dalam forum internasional. Konferensi Asia-Afrika II dianggap merupakan momen yang tepat untuk membeberkan keterlibatan ini. Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Subandrio pun menyiapkan pengumuman yang rencananya akan disampaikan dalam konferensi itu, bahwa Indonesia mempunyai bukti adanya satu plot Amerika-lnggris akan mengadakan serangan militer terhadap Indonesia. Sayangnya, konferensi itu batal dilaksanakan. Namun pembatalan konferensi tidak lantas membatalkan niat Indonesia untuk membeberkan kesalahan AS ini. Dr. Subandrio pun kemudian memberikan interview kepada wartawan harian terbesar di Kairo.
Memburuknya hubungan diplomatik AS-Indonesia kemudian melahirkan perubahan orientasi politik luar negeri Indonesia, yang tadinya cukup dekat dengan negara Barat menjadi semakin ke arah kiri. Jakarta tampak lebih akrab dengan Moskow, Beijing maupun Hanoi, dan tampak garang terhadap AS dan sekutu Baratnya.25 Memang tidak dapat dipungkiri, antara dekade 50-an hingga pertengahan 60-an, Bung Karno merupakan sosok yang penuh dengan kontroversi, hal ini dikarenakan karena visi politik luar negerinya yang kelewat agresif. Keagresifan Bung Karno antara lain ditandai dengan pembentukan NEFOS (New Emerging Forces) yang beranggotakan negara-negara Dunia Ketiga,serta gagasan pembentukan “Poros Jakarta-Beijing-Pyongyang” yang kesemuanya semakin menunjukkan kedekatan Indonesia dengan komunis.
Ironisnya, keterlibatan AS dalam PRRI/Permesta yang sebenarnya bertujuan
untuk menggulingkan Soekarno yang ketika itu dinilai mulai menunjukkan
orientasi politik kiri, justru membuat Presiden Soekarno semakin anti pada AS
dan semakin dekat dengan negara-negara komunis. Keterlibatan AS dalam
PRRI/Permesta terbukti malah “mendorong” Indonesia ke tangan komunis, bukan
menyelamatkannya. Munculnya dukungan dari Amerika Serikat pada TNI dan
Meningkatnya Konflik Dalam Negeri akibat Dukungan tersebut
Kegagalan PRRI/Permesta dalam menggulingkan Soekarno tidak lantas membuat AS
dalam hal ini, CIA putus asa dan menghentikan usahanya untuk membasmi komunis
di Indonesia. Pada 1 Agustus 1958, AS mulai memberikan bantuan militer senilai
dua puluh juta dollar per tahun27 pada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI), dari US Joint Chiefs of Staff yang dikeluarkan pada 1958 menyatakan
bahwa bantuan ini diberikan pada ABRI yang dianggap merupakan “the only
non-Communist force with the capability
of obstructing the PKI"-satu-satunya kekuatan non-komunis, yang memiliki kapabilitas
untuk menghancurkan PKI. Bantuan ini juga menunjukkan dukungan AS pada Nasution
untuk menjalankan „rencananya‟ mengontrol komunisme di Indonesia.
AS menilai Nasution memiliki visi yang sama dengannya: membasmi komunis
di Indonesia-yang dibuktikan dengan peran besar Nasution dalam menghancurkan
PKI pada Pemberontakan Madiun tahun 1948.
Dukungan yang diberikan AS pada ABRI-khususnya pada Nasution-ini pada akhirnya
akan sangat berpengaruh pada eskalasi konflik dalam negeri, terutama yang
berhubungan dengan berbagai usaha penumpasan PKI dan antek-anteknya. Soekarno
yang pada saat itu semakin menunjukkan orientasi politik ke kiri juga merupakan
tujuan dari berbagai upaya penumpasan PKI ini. Peristiwa Gestapu/G-30S-PKI
kemudian membuktikan betapa sebuah dukungan dari AS pada Nasution dkk. kemudian
sangat berpengaruh dalam upaya penggulingan Soekarno tersebut
2.2. Peranan
CIA terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Keterlibatan tentang
CIA dan peranannya dalam perjalanan sejarah bangsa ini kembali mengemuka ketika
buku Tim Werner berjudul “Legacy of Ashes” diterbitkan dalam bahasa Indonesia
dan menyinggung tentang direkrutnya Adam Malik menjadi agen CIA. Polemik pun
merebak. Ada yang percaya, ada yang tidak. Dan seperti juga kasus lainnya di
negeri ini, kontroversi itu pun segera menguap, berakhir tanpa ending yang
jelas. Fakta inilah yang membuat banyak orang luar menyebut bangsa ini memiliki
memori yang amat pendek.Di sini Kami tidak secara khusus menyoroti polemik
tersebut, namun Kami akan mencoba untuk menelusuri jejak-jejak CIA di dalam
merecoki Kemenangan kaum komunis dalam Revolusi Merah Oktober 1917 telah
mencemaskan AS. Sejak itu pula, AS merancang satu strategi untuk menghancurkan
Rusia. “Tanggal 8 Januari 1918, Presiden AS Woodrow Wilson mengumumkan Program
14 Pasal. Dalam suatu komentar rahasia mengenai program ini, Wilson mengakui
jika usaha menghancurkan dan mencerai-beraikan Soviet Uni sudah direncanakan.
Dan kita tahu, baru pada tahun 1992 Soviet hancur.
Presiden AS Woodrow
WilsonRencana Wilson saat itu tidak bekerja dengan efektif disebabkan fokus
kerja intelijen yang kurang, depresi besar 1930, dan Perang Dunia I dan II.
Barulah usai Perang Dunia II AS sungguh-sungguh menyadari betapa Soviet harus
dihadapi dengan serius.
Truman Doctrine untuk
mengepung penyebaran komunisme dikeluarkan pada 1947. Disusul dengan Marshall
Plan tahun berikutnya guna membangun kembali Eropa dari puing-puing akibat PD
II. Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan satu-satunya wilayah
koloni Eropa yang dicakup dalam rencana dasar Marshall Plan. Akibatnya, bantuan
keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den Hag mampu untuk memperkuat
genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan embargo ekonomi terhadap
pemerintah RI yang berpusat di Yogya kala itu.
Washington juga secara
rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. “Ketika
tentara kerajaan Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada musim semi
1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan mengendarai jeep
Angkatan Darat AS.. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda dalam serangan
militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.
Perhatian AS terhadap
Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan letaknya yang
sangat strategis dan kandungan kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu,
menjadikan Indonesia sebagai “wilayah yang bersahabat” dipandang sangat penting
bagi AS. George F. Kennan, Direktur Policy Planning Staff (PPS), pernah berkata
kepada Menteri Luar Negeri AS George C. Marshall pada 17 Desember 1948,
“Persoalan paling penting dalam pergulatan kita dengan Kremlin sekarang adalah
persoalan Indonesia.”
Kelahiran
Nato Guna membendung pengaruh komunisme Soviet
di Eropa maka AS mendirikan North Atlantic Treaty Organization (NATO) pada 4
April 1949. Tanggal 1 Oktober 1949 RRC komunis di bawah Mao Tse Tung berdiri.
Perang Korea (1950) memaksa tentara AS yang di bawah panji PBB berhadapan
langsung melawan tentara RRC yang membantu Korea Utara. Hal ini menjadikan AS
merasa perlu untuk mendirikan Southeast Asia Treaty Organization (SEATO). Kian
jelas, NATO dimaksudkan sebaga politik pembendungan terhadap Uni Soviet,
sedangkan SEATO ditujukan sebagai politik pembendungan terhadap RRC. Di
penghujung 1950, RRC dan Uni Soviet menjalin hubungan yang erat. Ini kian
mencemaskan AS yang bernafsu menciptakan dunia sebagai pasar bebas yang besar
bagi dirinya, dan juga penguasaan atas wilayah-wilayah yang kaya akan sumber daya
alam seperti Indonesia. Sebab itu, Menlu AS Dean Acheson di penghujung 1950
merumuskan kebijakan politik luar negeri AS untuk Asia Pasific. AS menjalin
perjanjian dengan sejumlah negara di wilayah tersebut.
Pada 8 September 1951,
As mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang, Pangkalan Clark dan; Subic
di Philipina berdiri pada 30 Agustus 1951, ANZUS (Australia, New Zealand, and
United States) berdiri pada 1 September 1951, Korea Selatan pada 1 Oktober
1953, dan Taiwan pada 2 Desember 1954 .
Semua
perkembangan global di atas telah dipelajari dengan seksama oleh Soekarno yang
sejak muda gandrung pada persatuan Indonesia yang merdeka, berdaulat secara
politik dan ekonomi, dan mandiri. Soekarno tahu jika negerinya ini menyimpan
kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh paham jika suatu
hari Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri yang besar dan
makmur. Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala bentuk Neo
Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.
Amerika Serikat
Yang Tidak Bisa DipercayaDalam pandangan
Soekarno, Soviet lebih bisa dipercaya ketimbang AS karena Soviet belum pernah
menjadi negara kolonial di luar negeri, sebaliknya Inggris dan Perancis adalah
bekas negara-negara kolonial yang bersekutu dengan AS. Sebab itu, Indonesia
menentang usaha AS menjadikan negara-negara Asia Pasifik sebagai bonekanya
(dengan mendirikan pangkalan militer di wilayahnya masing-masing) dan menjalin
kerjasama dengan Soviet dalam kedudukan yang setara. Apalagi Soekarno tahu jika
AS membantu Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal ini menjadikan AS
bernafsu untuk menumbangkan segera Soekarno.
7 Desember 1957,
Panglima Operasi AL-AS Laksamana Arleigh Burke memerintahkan Panglima Armada
ke-7 (Pacific) Laksamana Felix Stump menggerakkan kekuatan AL-AS yang berbasis
di Teluk Subic untuk merapat ke Indonesia dengan kecepatan penuh.Atas sikap
keras kepala Soekarno yang tidak mau tunduk pada keinginan AS guna membentuk
Pax-Pacific untuk melawan kekuatan komunisme, dan di sisi lain juga berarti
menentang tunduk pada sistem kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme
dan imperialisme di mana AS menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi
Amerika untuk menundukkan Soekarno kecuali menyingkirkannya.
Soemitro
Djojohadikusumo dan SoedjatmokoSejak akhir 1940-an, AS
sesungguhnya sudah mengamati gerak-gerik dua tokoh PSI bernama Soemitro
Djojohadikusumo dan Soedjatmoko yang berasal dari kalangan elit. AS mengetahui
jika keduanya menentang sikap Soekarno. Baik Soedjatmoko maupun Sumitro
diketahui menyambut baik Marshall Plan. Bahkan Soedjatmoko berkata, “Strategi
Marshall Plan untuk Eropa tergantung pada dapat dipergunakannya sumber-sumber
alam Asia.” Koko, demikian panggilan Soedjatmoko, bahkan menawarkan suatu model
Indonesia yang terbuka untuk bersekutu dengan Barat. Awal 1949, Sumitro di
School of Advanced International Studies yang dibiayai Ford Foundation
menerangkan jika pihaknya memiliki model sosialisme yang membolehkan
dieksploitasinya kekayaan alam Indonesia oleh Barat ditambah dengan sejumlah
insentif bagi modal.
David Ransom dalam
“Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia: Kuda Troya Baru dari
Universitas-Universitas di AS Masuk ke Indonesia”. “Di New York, keduanya dibesarkan oleh
satu kelompok yang berhubungan erat dengan apa yang biasa disebut Vietnam
Lobby, yang menempatkan Ngo Dinh Diem sebagai Kepala Negara Vietnam yang pro
AS. Lobi tersebut, di antaranya ada Norman Thomas, terdiri dari anggota-anggota
Komite Kemerdekaan untuk Vietnam dan juga Liga India. Mereka merupakan pelopor
Sosialis Kanan (Soska) dunia. “Kita harus berusaha agar usaha-usaha dan
kegiatan-kegiatan AS untuk membentuk pemerintah non-komunis di Asia paska PD II
jangan sampai ketahuan ketidakwajarannya”, ujar Robert Delson, anggota Liga
yang juga Lawyer di Park Avenue. Delson adalah penasehat hukum untuk Indonesia
di AS.”
Orang ini, tulis
Ransom, selalu menemani dan membawa Sumitro dan Koko keliling AS dan
memperkenalkannya kepada sahabat-sahabatnya di Americans for Democratic Action
(ADA) yang juga Soska dan berpengaruh dalam sikap polittik luar negeri
AS.Konferensi Meja BundarUsai KMB 1949, Sumitro pulang ke Jakarta dan diangkat
sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, dan kemudian juga sebagai Menteri Keuangan
dan Dekan Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Sikap Sumitro dan kawan-kawan
PSI-nya yang mendukung investasi Belanda di Indonesia merdeka tidak populer di
mata rakyat yang nasionalismenya tengah bergelora. Akhirnya pada Pemilu 1955,
PSI hanya mendapat suara yang kecil.
Nasionalisasi
Aset - Aset Belanda di IndonesiaPada 1957, untuk
memperkuat perekonomian nasional, Bung Karno mengambil langkah berani dengan
menasionalisasi aset-aset milik Belanda. Rakyat mendukung penuh langkah ini.
Namun Soemitro dan rekan-rekannya dengan berani menentang Bung Karno dan malah
bergabung dengan para pemberontak PRRI/PERMESTA yang didukung penuh CIA. Edisi
Koleksi Angkasa berjudul “Dirty War, Mesiu di Balik Skandal Politik dan Obat
Bius” memaparkan keterlibatan CIA dalam peristiwa ini: Dalam waktu bersamaan,
November 1957, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno yang dikenal
dengan peristiwa Cikini. Bung Karno selamat namun 9 orang tewas dan 45 orang
disekelilingnya luka. Pemerintah kala itu mendeteksi jika tindakan makar
tersebut didalangi oleh komplotan ektrem kanan yang dimotori Letkol Zulkifli
Loebis, pendiri Badan Rahasia Negara Indonesia (BraNI), cikal bakal BIN, dan
didukung CIA. Dengan tegas Bung Karno mengatakan jika CIA berada di belakang
usaha-usaha pembunuhan terhadap dirinya.Tudingan Bung Karno terbukti. Dalam
satu sesi pertemuan Komite Intelijen Senat AS yang diketuai Senator Frank Church
dengan Richard Bissel Jrmantan wakil Direktur CIA bidang perencanaan operasi—22
tahun kemudian terungkap jika saat itu nama Soekarno memang sudah masuk dalam
target operasi Direktur CIA, Allan Dulles.
Dukungan Besar
CIA Pada Pemberontakan PRRI/PERMESTADalam operasi
mendukung PRRI/PERMESTA, AS menurunkan kekuatan yang tidak main-main. CIA
menjadikan Singapura, Filipina (Pangkalan AS Subic & Clark), Taiwan, dan
Korea Selatan sebagai pos suplai dan pelatihan bagi pemberontak. Dari
Singapura, pejabat Konsulat AS yang berkedudukan di Medan, dengan intensif
berkoordinasi dengan Kol. Simbolon, Sumitro, dan Letkol Ventje Soemoeal.
Dalam artikel berjudul
“PRRI-PERMESTA, Pemberontakan Para Kolonel” yang ditulis Santoso Purwoadi
(Angkasa: Dirty War) dipaparkan jika pada malam hari, 7 Desember 1957, Panglima
Operasi AL-AS Laksamana Arleigh Burke memerintahkan Panglima Armada ke-7
(Pacific) Laksamana Felix Stump menggerakkan kekuatan AL-AS yang berbasis di
Teluk Subic untuk merapat ke Indonesia dengan kecepatan penuh tanpa boleh
berhenti di mana pun. Satu divisi pasukan elit AS, US-Marine, di bawah
pengawalan sejumlah kapal penjelajah dan kapal perusak disertakan dalam misi
tersebut. Dalih AS, pasukan itu untuk mengamankan instalasi perusahaan minyak AS,
Caltex, di Pekanbaru, Riau.
Kepada para
pemberontak, selain memberikan ribuan pucuk senjata api dan mesin,lengkap
dengan amunisi dan aneka granat, CIA juga mendrop sejumlah alat perang berat
seperti meriam artileri, truk-truk pengangkut pasukan, aneka jeep, pesawat
tempur dan pembom, dan sebagainya. Bahkan sejumlah pesawat tempur AU-Filipina
dan AU-Taiwan seperti pesawat F-51D Mustang, pengebom B-26 Invader, AT-11
Kansan, pesawat transport Beechcraft, pesawat amfibi PBY 5 Catalina dipinjamkan
CIA kepada pemberontak. Sebab itulah, pemberontak bisa memiliki angkatan
udaranya sendiri yang dinamakan AUREV (AU Revolusioner). Beberapa pilot pesawat
tempur tersebut bahkan dikendalikan sendiri oleh personil militer AS, Korea
Selatan, Taiwan, dan juga Filipina.Pesan rahasia CIA kepada para pimpinan PPRI
agar sebelum mundur dari Riau mereka meledakkan instalasi kilang minyak Caltex
dulu, agar dua batalyon US Marine yang sudah menunggu di perairan Dumai bisa
mendarat dan menghantam pasukan Yani, dan setelah itu berencana merangsek ke
Jakarta guna menumbangkan Soekarno, sama sekali tidak sempat dilakukan para
pemberontak.
AGEN CIA
TERTANGKAP BASAHAwalnya pemerintah AS membantah
keterlibatannya dalam pemberontakan PRRI/PERMESTA. Namun sungguh ironis, tidak
sampai tiga pekan setelah Presiden Eisenhower menyatakan hal itu, pada 18 Mei
1958, sebuah pesawat pengebom B-29 milik AS ditembak jatuh oleh sistem
penangkis serangan udara Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), setelah
pesawat itu membombardir sebuah pasar dan landasan udara Ambon. Sebuah kapal
laut milik ALRI juga menjadi korban (Soebadio: Hubungan Indonesia Amerika
Dasawarsa ke II Tahun 1955-1965; 2005; h. 73).
“Sejumlah rakyat sipil, yang sedang berada di gereja pada acara Kamis Putih, terbunuh dalam serangan di komunitas Kristen tersebut,” tulis David Wise & Thomas B. Ross dalam “The Invisible Government: Pemerintah Bayangan Amerika Serikat”. Pilot tempur pesawat tersebut, Allan Lawrence Pope berhasil ditangkap hidup-hidup. Awalnya, AS lewat Dubes Howard P. Jones berkilah jika Pope merupakan warganegara AS yang terlibat sebagai tentara bayaran, namun pemerintah RI mendapatkan banyak bukti jika Pope merupakan agen CIA yang sengaja ditugaskan membantu pemberontakan guna menggulingkan Bung Karno.
“Pope bukanlah seorang tentara bayaran. Dia terbang atas perintah CIA, yang secara diam-diam mendukung para pemberontak yang mencoba menggulingkan Soekarno. Dalam konferensi pers di Jakarta, 27 Mei, yang digelar oleh Letkol Herman Pieters, Pemimpin Komando Militer Maluku dan Irian Barat di Ambon, menyatakan 300 sampai 400 tentara AS, Filipina, dan nasionalis Cina membantu pemberontakan itu.”
“Sejumlah rakyat sipil, yang sedang berada di gereja pada acara Kamis Putih, terbunuh dalam serangan di komunitas Kristen tersebut,” tulis David Wise & Thomas B. Ross dalam “The Invisible Government: Pemerintah Bayangan Amerika Serikat”. Pilot tempur pesawat tersebut, Allan Lawrence Pope berhasil ditangkap hidup-hidup. Awalnya, AS lewat Dubes Howard P. Jones berkilah jika Pope merupakan warganegara AS yang terlibat sebagai tentara bayaran, namun pemerintah RI mendapatkan banyak bukti jika Pope merupakan agen CIA yang sengaja ditugaskan membantu pemberontakan guna menggulingkan Bung Karno.
“Pope bukanlah seorang tentara bayaran. Dia terbang atas perintah CIA, yang secara diam-diam mendukung para pemberontak yang mencoba menggulingkan Soekarno. Dalam konferensi pers di Jakarta, 27 Mei, yang digelar oleh Letkol Herman Pieters, Pemimpin Komando Militer Maluku dan Irian Barat di Ambon, menyatakan 300 sampai 400 tentara AS, Filipina, dan nasionalis Cina membantu pemberontakan itu.”
Ancaman AS
dibalas Dengan Ancaman Balik Oleh Bung KarnoAtas
gertakan AS yang sampai mengerahkan kekuatan dua batayon US Marine dengan
Armada ke-7nya ke perairan Riau, Bung Karno sama sekali tidak gentar dan balik
mengancam AS agar jangan ikut campur terlalu jauh ke dalam masalah internal
NKRI. “AS jangan sampai bermain api dengan Indonesia. Jangan biarkan
kekurangpahaman Amerika menyebabkan meletusnya Perang Dunia Ketiga!”.
Bung Karno segera
mengirim satu pasukan besar di bawah pimpinan Ahmad Yani untuk melibas para
pemberontak di Sumatera. Saat itu RRC telah menyiapkan skuadron udaranya serta
ribuan tentara regulernya untuk bergerak ke Indonesia guna membantu Soekarno
memadamkan pemberontakan yang didukung CIA tersebut, namun Bung Karno
menolaknya. “Kekuatan angkatan perang kami masih mampu menghadapi para
pemberontak itu,” ujarnya. Dan hal itu terbukti, hanya dalam hitungan jam
setelah pasukan Ahmad Yani mendarat di Pekanbaru, Padang, serta Bukit Tinggi-pusat konsentrasi para
pemberontak-maka
kota-kota penting itu pun direbut tanpa perlawanan yang berarti.
Bahkan pesan rahasia
CIA kepada para pimpinan pemberontak agar sebelum mundur dari Riau mereka
meledakkan instalasi kilang minyak Caltex dulu, agar dua batalyon US Marine
yang sudah menunggu di perairan Dumai bisa mendarat dan menghantam pasukan
Yani, dan setelah itu berencana merangsek ke Jakarta guna menumbangkan
Soekarno, sama sekali tidak sempat dilakukan para pemberontak. Juni 1958,
pemberontakan ini berhasil ditumpas.SumitroDjojohadikusumo dan sejumlah tokoh
yang terlibat pemberontakan melarikan diri ke Singapura dan dari ‘Basis Israel
di Asia Tenggara’ itulah, kelompok ini terus menggerogoti kekuasaan Bung Karno
dan berusaha agar Indonesia bisa tunduk pada kepentingan kolonialisme dan imperialisme
baru (Nekolim) AS.
Operasi Dua Muka
ASWalau awalnya AS membantah keterlibatannya, namun
setelah tidak akif lagi di Indonesia, mantan Dubes AS Howard P. Jones mengakui
jika dirinya tahu jika CIA ada di belakang pemberontakan itu. Hal ini
ditegaskan Jones dalam memoarnya “Indonesia: The Possible Dream” (1990; h.145).
Upaya CIA menumbangkan Bung Karno selalu menemui kegagalan. Dari membuat film
porno “Bung Karno”, sampai dengan upaya pembunuhan dengan berbagai cara. Hal
ini menjadikan CIA harus bekerja ekstra keras. Apalagi Bung Karno secara cerdik
akhirnya membeli senjata dan peralatan militer ke negara-negara Blok Timur
dalam jumlah besar, setelah AS menolak memberikan peralatan militernya. AS
tentu tidak ingin Indonesia lebih jauh bersahabat dengan Blok Timur. Sebab itu,
setelah gagal mendukung PRRI/PERMESTA, sikap AS jadi lebih lunak terhadap
Indonesia.
19 Agustus 1958, AS
akhirnya mengeluarkan pengumuman resmi jika pihaknya bersedia menjual
senjatanya kepada Indonesia. “Dalam waktu enam bulan, kurang lebih 21 batalyon
Indonesia telah diperlengkapi dengan senjata-senjata ringan Amerika,” Namun
walau di permukaan AS tampak kian melunak, sesungguhnya AS tengah melancarkan
‘operasi dua muka’ terhadap Indonesia. Di permukaan AS ingin terlihat
memperbaharui hubungannya dengan Bung Karno, namun diam-diam CIA masih bergerak
untuk menumbangkan Bung Karno dan menyiapkan satu pemerintah baru untuk
Indonesia yang mau tunduk pada kepentingan Amerika. Ini termuat dalam
dokumentasi laporan Hugh S. Cumming, Kepala Kementerian Pertahanan dan CIA,
kepada National Security Council (NSC) pada 3 September 1958. Senjata-senjata
AS banyak yang dikirim kepada Angkatan Darat, dibanding angkatan lainnya dengan
pertimbangan dari analisa agen-agen CIA bahwa elemen ini lebih bisa diajak
bekerjasama dengan AS ketimbang elemen lainnya.
Di sisi lain, CIA juga
menggarap satu proyek membangun kelompok elit birokrat baru yang pro-AS yang
kini dikenal sebagai ‘Berkeley Mafia’. Sumitro dan Soedjatmoko merupakan tokoh
penting dalam kelompok ini. Bahkan di awal tahun 1960-an, tokoh-tokoh Mafia Berkeley
ini bisa mengajar di Seskoad dan menjalin komunikasi intens dengan sekelompok
perwira Angkatan Darat yang memusuhi Panglima Tertinggi/Presiden Soekarno, yang
diantaranya adalah Suharto yang kelak berkuasa setelah Bung Karno ditumbangkan
di tahun 1965. (untuk hal ini lebih lanjut silakan baca artikel David Ransom:
“Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya Baru dari
Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia”;
Tumbangnya
Sukarno, Kabar Gembira Buat WashingtonTumbangnya
Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto disambut gembira Washingon. Presiden AS
Richard M. Nixon sendiri menyebut hal itu sebagai “Terbukanya upeti besar dari
Asia”.
Untuk membangun satu
kelompok militerterutama Angkatan Daratdi Indonesia yang ‘baru’ (baca: pro
Amerika), AS menyelenggarakan pendidikan militer untuk para perwira Indonesia
ini di Fort Leavenworth, Fort Bragg, dan sebagainya. Pada masa antara 1958-1965
jumlah perwira Indonesia yang mendapat pendidikan ini meningkat menjadi 4.000
orang.
Selain militer, AS juga
membangun satu kelompok elit birokrat di Universitas-Universitas AS seperti di
Berkeley, MIT, Harvard, dan sebagainya, yang dikenal sebagai Mafia Berkeley.
Kedua elemen ini binaan AS ini (kelompok perwira AD yang dipimpin Suharto dan
kelompok birokrat yang tergabung dalam ‘Mafia Berkeley’pimpinan Sumitro) kelak
berkuasa di Indonesia setelah Soekarno ditumbangkan. Inilah cikal bakal Orde
Baru (The New Order). Amerika Serikat sendiri juga dikenal sebagai pemimpin
Orde Dunia Baru (The New World Order).
Sejak kegagalan
mendukung PRRI/PERMESTA, National Security Council (NSC) lewat CIA terus
memantau perkembangan situasi Indonesia secara intens. Sejumlah lembaga-lembaga
sipil dan militer AS juga sangat aktif menggodok orang-orang Indonesia yang
dipersiapkan duduk di kursi kekuasaan paska Soekarno.
Sebuah memorandum CIA
yang dipersiapkan untuk State Department yang dikeluarkan di Washington, 18
September 1964 berjudul Prospek Untuk Aksi Rahasia berisi 18 point, dalam point
ke-16 antara lain berbunyi:Seberapa jauh kita dapat melakukan usaha memecah PKI
dan lebih penting lagi, untuk mengadu PKI melawan elemen non-komunis, khususnya
dengan Angkatan Darat. Sampai
sejauh mana, bila dimungkinkan, kita harus menyerang Soekarno. Apakah tidak dapat terpikirkan
untuk menggerakkan tekanan internal seperti membangkitkan kerusuhan Cina tahun
lalu, dan di bawah syarat-syarat tertentu mungkin akan memaksa Angkatan Darat
untuk meraih kekuasaan besar guna memulihkan keamanan dan ketertiban. Kita tidak ingin
nampak terlalu ambisius dalam hal ini. Tapi jika kita membangun program yang
didalamnya terdapat bentuk [kurang dari 1 baris teks sumber tidak
dideklasifikasikan] sebagai supplement di dalam perkembangan politik jangka
panjang. Penting sekali mengetahui kemana kita akan berjalan dan mampu menuntut
kemungkinan segala konsekuensinya dari segala usaha kita. Saat untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini adalah sekarang, tidak ada nanti” .
Demikianlah. Sudah
banyak literatur dan dokumen yang membongkar keterlibatan CIA di dalam
peristiwa Oktober 1965, yang pada akhirnya menjatuhkan Soekarno dan menaikkan
Jenderal Suharto. Atas nama pembersihan kaum komunis di negeri ini, CIA turut
menyumbang daftar nama kematian (The Dead List) yang berisi 5.000 nama tokoh
dan kader PKI di Indonesia kepada Jenderal Suharto. Orang yang dijadikan
penghubung antara CIA dan Suharto dalam hal ini adalah Adam Malik CIA Menyusun
Daftar Kematian di Indonesia”; Herald Journal, 19 Mei 1990. CIA memang memberi
daftar kematian sejumlah 5.000 orang, namun fakta di lapangan jauh di atas
angka itu. Kol. Sarwo Edhie, Komandan RPKAD saat itu yang memimpin operasi
pembersihan ini, terutama di Jawa Tengah dan Timur, menyebut angka tiga juta
orang yang berhasil dihabisi. Bukan tokoh PKI saja yang dibunuh, namun juga
orang-orang kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korban politik kotor
konspiratif antara CIA dengan para ‘local army friend’.
Terbukanya Upeti
Besar dari AsiaTumbangnya Soekarno dan naiknya
Jenderal Suharto disambut gembira Washingon. Presiden AS Richard M. Nixon
sendiri menyebut hal itu sebagai “Terbukanya upeti besar dari Asia”. Indonesia
memang laksana peti harta karun yang berisi segala kekayaan alam yang luar
biasa. Jika oleh Soekarno kunci peti harta karun ini dijaga baik-baik bahkan
dilindungi dengan segenap kekuatan yang ada, maka oleh Jenderal Suharto, kunci
peti harta karun ini malah digadaikan dengan harga murah kepada Amerika
Serikat.
“Salah satu hal yang
paling prinsipil dari pergantian kepemimpinan di Indonesia, dari Soekarno ke
Suharto adalah bergantinya karakter Indonesia dari sebuah bangsa yang berusaha
menerapkan kemandirian berdasarkan kedaulatan dan kemerdekaan, menjadi sebuah
bangsa yang bergantung pada kekuatan imperialisme dan kolonialisme Barat,”
demikian Suar Suroso.
Prosesi digadaikannya
seluruh kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan kolonialisme
Barat terjadi di Swiss, November 1967. Jenderal Suharto mengirim sat tim
ekonomi dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tim ini kelak disebut
sebagai Mafia Berkeley, menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin
Rockefeller. Dalam pertemuan inilah tanah Indonesia yang kaya raya dengan bahan
tambang dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan kepada korporasi-korporasi
asing, Freeport antara lain mendapat gunung emas di Irian Barat, demikian pula
yang lainnya. Bahkan landasan legal formal untuk mengeksploitasi kekayaan alam
Indonesia pun dirancang di Swiss ini yang kemudian dikenal sebagai UU Penanaman
Modal Asing tahun 1967. Dan
jangan lupa, semua COE korporasi asing tersebut dikuasai oleh jaringan Yahudi
Internasional.
Dalam fase awal
kekuasaannya, Jenderal Suharto didampingi oleh dua tokoh Orde Baru, sama-sama
Amerikanis, yakni Adam Malik dan Sultan Hamengkubuwono IX. Mereka ini dikenal
sebagai Triumvirat Orde Baru.
Dalam tulisan
berikutnya akan disorot jejak CIA di dalam masa kekuasaan Jenderal Suharto, di
mana bukan hanya CIA yang diajak masuk ke Indonesia namun juga nantinya MOSSAD,
sebagaimana telah ditulis dengan jelas di dalam Memoirnya Jenderal Soemitro,
mantan Pangkopkamtib.
Pada Juli 1966, seorang
pejabat CIA, bernama Clarence “Ed” Barbier mendarat di Jakarta. Jabatan
resminya adalah Asisten Khusus Duta Besar AS.
David Ransom, di dalam artikel “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya Baru dari Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia” dengan jujur memaparkan bagaimana AS lewat CIA membangun satu kelompok elit baru guna memimpin satu Indonesia yang tunduk pada kepentingan kekuatan Neo-Imperialisme dan Neo-Kolonialisme Barat. Bahkan sesungguhnya, Amerikalah yang merancang dan menyusun strategi pembangunan nasional negeri ini yang dikenal dengan istilah Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) lewat satu tim asistensi CIA dan sejumlah think-tank AS yang bekerja di belakang para teknokrat dan birokrat rezim Orde Baru.
David Ransom, di dalam artikel “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya Baru dari Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia” dengan jujur memaparkan bagaimana AS lewat CIA membangun satu kelompok elit baru guna memimpin satu Indonesia yang tunduk pada kepentingan kekuatan Neo-Imperialisme dan Neo-Kolonialisme Barat. Bahkan sesungguhnya, Amerikalah yang merancang dan menyusun strategi pembangunan nasional negeri ini yang dikenal dengan istilah Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) lewat satu tim asistensi CIA dan sejumlah think-tank AS yang bekerja di belakang para teknokrat dan birokrat rezim Orde Baru.
Para pejabat pendiri
Orde Baru seperti Adam Malik, Sumitro, Soedjatmoko, dan sebagainya memang
dikenal amat dekat dengan para pejabat AS, baik yang bekerja di Jakarta maupun
Washington. Lewat CIA, AS telah memanfaatkan para pejabat Indonesia anti
Soekarno ini untuk memuluskan kepentingannya. Bahkan Tim Werner dalam “Legacy
of Ashes: A History of CIA” (2007) menulis jika Adam Malik telah direkrut menjadi
agen CIA lewat pengakuan seorang mantan agen CIA bernama McAvoy. Walau yang
terakhir ini sempat jadi polemik, namun kedekatan Adam Malikdan kawan-kawandengan
para pejabat AS saat itu adalah suatu fakta sejarah.
Pada Juli 1966, seorang
pejabat CIA, bernama Clarence “Ed” Barbier mendarat di Jakarta. Jabatan
resminya adalah Asisten Khusus Duta Besar AS. “Eufismisme diplomatik ini
biasanya dikhususkan bagi Kepala Stasiun CIA yang secara terbuka menyatakan hal
ini kepada negara penerima.
Dua kepala stasiun sebelumnya tidak diberitahukan secara resmi kepada
pemerintah Soekarno dan hanya terdaftar sebagai ‘Sekretaris Pertama/Politik’,
suatu jabatan untuk menyamarkan kepala perwakilan ini di antara para diplomat
resminya,” tulis Ken Conboy dalam “Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen
Indonesia” . Barbier
yang fasih Bahasa Jepang dan bekerja pada intelijen AL-AS pada Perang Dunia II
sebelumnya bertugas di Pacific. Dari lembaga intel AL-AS, Barbier dipindahkan
ke CIA di awal berdirinya dan bertugas mengawasi jalur komunikasi dinas
intelijen Vietnam Selatan.
Salah satu operasi
rahasia CIA di Indonesia di awal era Orde Baru adalah operasi HABRINK, yang
berbasis di Konsulat AS di Surabaya. Saat itu, rezim Suharto ‘menerima’ warisan
perlengkapan dan persenjataan perang dari negara-negara Blok Timur seperti
Chekoslovakia dan Soviet. Kebetulan, AS tengah berperang di medan tempur
Indocina dan menghadapi pihak lawan yang menggunakan peralatan perang seperti
yang ada di Indonesia.
“Operasi rahasia yang
digelar pada 1967 ini bertujuan untuk mendapatkan detil teknis dan juga contoh
barang perlengkapan militer Soviet seperti Rudal SA-2, kapal selam kelas
Whiskey, kapal perang jenis Riga, dan pesawat pembom Tu-16. Operasi ini dibuka
kepada umum ketika salah seorang pejabat CIA yang terlibat dalam operasi ini,
David Henry Bennet, dihukum pada 1980 karena diketahui telah menjual detil
operasi ini kepada pihak Soviet. Hal ini berasal dari catatan Bakin Personnel
File atau BPF dengan title ‘David Henry Barnett’”, tulis Conboy dalam bukunya
(h.57). Clarence Barbier, demikian tulis Conboy, bekerja dengan mulus di
Indonesia disebabkan kesamaan agenda antara AS dengan rezim Suharto, yakni
memerangi komunisme.Dalam tugasnya, Barbier merekrut sejumlah orang Indonesia,
baik militer maupun sipil. Lewat hubungan yang amat baik dengan Kolonel CPM
Nicklany Soedardjo, seorang perwira didikan AS (lulusan Fort Gordon, 1961),
Barbier berhasil merekrut seorang tokoh Perti (Partai Tarbiyah Indonesia)
bernama Suhaimi Munaf, yang oleh Suharto dianggap dekat dengan orang-orang
komunis. Suhaimi sendiri pernah ditangkap pada Februari 1967 dengan tuduhan
telah melakukan kejahatan politik.
Pada sekitar Agustus
1968, menjelang kebebasan Suhaimi Munaf, Barbier meminta kepada Kol. CPM
Nicklany agar melakukan serangkaian tes psikologi terhadap Suhaimi. Hasil tes
menunjukkan Suhaimi memiliki mental baja, keras kepala, dan tidak mudah
dipengaruhi. Hasil yang sesuai dengan keinginan CIA. Singkat cerita, Munaf
berhasil direkrut CIA dan dikirim ke Pulau Buru dengan menyandang nama sandi
Friendly/1. Di pulau tempat pembuangan dan penahanan orang-orang komunis ini,
Suhaimi mendapat tugas untuk menjalin hubungan lagi dengan kolega kirinya baik
yang berada di dalam maupun luar negeri.
“Dengan
memanfaatkan simpati atas penahanannya, ia mencari-cari pekerjaan di di
kedutaan negara asing komunis.
CIA telah menuai sukses awal dengan Friendly/1,” demikian Conboy.Kerjasama Kol.
Nicklany dengan Barbier tidak berhenti di sini saja. Pada awal 1968, Nicklany
yang menjabat sebagai Asisten Intelijen Kopkamtib kepada orang-orang
terdekatnya menyatakan ingin membentuk satuan tugas kontra intelijen asing,
guna menangkap mata-mata asing yang beroperasi di Indonesia. “Mata-mata aing”
di sini tentu saja memiliki arti sebagai mata-mata Blok Timur. Karena dengan
CIA dan sekutunya, Nicklany malah bekerjasama.
Satuan tugas ini
akhirnya terbentuk dengan anggota inti sebanyak enampuluh orang, sepuluh
perwira aktif dan sisanya sipil, dan menyandang nama resmi “Satuan Khusus
Pelaksana Intelijen” atau Satsus-Pintel, yang kemudian diringkas menjadi
“Satuan Khusus Intelijen” atau Satsus-Intel.Satuan ini mendapatkan dana dari
CIA lewat Barbier termasuk gaji personelnya, lalu bantuan kendaraan untuk
kegiatan pengamatan (surveilance), biaya sewa rumah-aman (safe house) di Jalan
Jatinegara Timur-Jakarta, dan tape recorder mutakhir merk Sony TC-800 serta
perangkat penyadap telepon canggih QTC-11. Hingga awal 1970, Satsus-Intel
mendapat 16 sepeda motor, 3 sedan Mercedes, 2 Toyota Corolla, 3 Volkswagen, 1
Toyota Jeep, dan 1 Minibus Datsun dengan kaca belakang yang dilapisi penutup
agar minibus ini digunakan untuk melakukan pemotretan rahasia. Semuanya dari
CIA.
Jendral SumitroPangkopkamtib
Jenderal Soemitro dengan terus terang menyatakan jika pihaknya memang menjalin
kerjasama yang erat dengan MOSSAD Israel, CIA, dan juga MI-6 Inggris dalam hal
penumpasan komunis. “Dalam hal ini, Pak Sutopo Yuwono, Pak Kharis Suhud, dan
Nicklany. Tiga orang ini yang saya izinkanKemenangan kaum komunis dalam
Revolusi Merah Oktober 1917 begitu mencemaskan AS. Sejak itu, AS merancang satu
strategi untuk menghancurkan Rusia. “Tanggal 8 Januari 1918, Presiden AS
Woodrow Wilson mengumumkan Program 14 Pasal. Dalam suatu komentar rahasia
mengenai program ini, Wilson mengakui jika usaha menghancurkan dan
mencerai-beraikan Uni Soviet sudah direncanakan.”Dan dikemudian hari, kita
sama-sama mengetahui bahwa Soviet benar-benar dihancurkan di tahun 1992.
Truman Doctrine untuk mengepung
penyebaran komunisme dikeluarkan pada 1947. Disusul dengan Marshall Plan tahun
berikutnya guna membangun kembali Eropa dari puing-puing akibat PD II. Dan
tahukah anda jika Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan
satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana dasar Marshall
Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den Haag mampu
untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan embargo
ekonomi terhadap pemerintah RI yang berpusat di Jogja kala itu.
Bukan itu saja, Washington juga
secara rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia.
Hal itu bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera
pada musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan
mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda
dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.
Perhatian AS terhadap Indonesia
sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan letaknya yang sangat
strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa. Untuk itu AS pun
membangun basecamp nya dibeberapa titik :
- Pada 8 September 1951, AS mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang,
- Pangkalan Clark dan Subic di Philipina berdiri pada 30 Agustus 1951,
- ANZUS (Australia, New Zealand, and AS) berdiri pada 1 September 1951,
- Korea Selatan pada 1 Oktober 1953,
- Taiwan pada 2 Desember 1954.
Hebatnya, semua perkembangan global
di atas telah dipelajari dengan seksama oleh Presiden RI 1 yang sejak muda
sudah menunjukkan kekritisannya. Soekarno tahu jika negerinya ini menyimpan
kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh paham jika suatu
hari Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri yang besar dan makmur.
Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala bentuk Neo Kolonialisme
dan Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.
Dalam pandangan Soekarno, Soviet
lebih bisa dipercaya ketimbang AS karena Soviet belum pernah menjadi negara
kolonial di luar negeri, sebaliknya Inggris dan Perancis adalah bekas
negara-negara kolonial yang bersekutu dengan AS. Atas sikap keras kepala
Soekarno yang tidak mau tunduk pada keinginan AS guna membentuk Pan- Pacific
untuk melawan kekuatan komunisme, dan di sisi lain juga berarti menentang
tunduk pada sistem kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme dan
imperialisme di mana AS menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi
Amerika untuk menundukkan Soekarno kecuali menyingkirkannya.
Gerak Cepat Soekarno Menasionalisasi
Aset -Aset Belanda di IndonesiaPada 1957, untuk memperkuat
perekonomian nasional, Bung Karno bertindak cepat mengambil langkah berani dan
cerdas dengan menasionalisasi aset-aset milik Belanda. (Satu langkah yang
bahkan mungkin tidak ada dalam gambaran SBY saat ini). Soekarno tahu jika
rakyat tentu mendukung penuh langkah ini. Namun Soemitro dan rekan-rekannya
yang PRO BARAT dengan berani menentang Bung Karno dan malah bergabung dengan
para pemberontak PRRI/PERMESTA yang didukung penuh CIA.
Dalam waktu bersamaan, November
1957, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno yang dikenal dengan
peristiwa Cikini. Bung Karno selamat namun 9 orang tewas dan 45 orang
disekelilingnya terluka. Edisi Koleksi Angkasa berjudul “Dirty War, Mesiu di
Balik Skandal Politik dan Obat Bius” memaparkan keterlibatan CIA dalam
peristiwa ini.
Pemerintah kala itu mendeteksi jika
tindakan makar tersebut didalangi oleh komplotan extreem kanan yang dimotori
Letkol Zulkifli Loebis, pendiri Badan Rahasia Negara Indonesia (BraNI), cikal
bakal BIN, dan didukung CIA. Dengan tegas Bung Karno mengatakan jika CIA berada
di belakang usaha-usaha pembunuhan terhadap dirinya. Tudingan Bung Karno
terbukti. Dalam satu sesi pertemuan Komite Intelijen Senat AS yang diketuai Senator
Frank Church dengan Richard Bissel Jr mantan wakil Direktur CIA bidang
perencanaan operasi 22 tahun kemudian, terungkap jika saat itu nama Soekarno
memang sudah masuk dalam target operasi Direktur CIA, Allan Dulles.
Agen CIA Tertangkap BasahSeperti biasanya,
awalnya pemerintah AS membantah keterlibatannya dalam pemberontakan
PRRI/PERMESTA. Namun sungguh ironis, tidak sampai tiga pekan setelah Presiden
Eisenhower menyatakan hal itu, pada 18 Mei 1958, sebuah pesawat pengebom B-29
milik AS ditembak jatuh oleh sistem penangkis serangan udara Angkatan Perang
Republik Indonesia (APRI), Pilot tempur pesawat tersebut, Allan Lawrence Pope,
agen CIA yang sengaja ditugaskan membantu pemberontakan guna menggulingkan Bung
Karno.berhasil ditangkap hidup-hidup.
Ancaman AS dibalas Dengan Ancaman Balik Oleh Bung
KarnoAtas gertakan AS yang sampai mengerahkan kekuatan dua batayon US Marine
dengan Armada ke-7 nya ke perairan Riau, Bung Karno sama sekali tidak gentar
dan balik mengancam AS agar jangan ikut campur terlalu jauh ke dalam masalah
internal NKRI. “AS jangan bermain api dengan Indonesia. Jangan sampai
kekurangpahaman Amerika menyebabkan meletusnya Perang Dunia Ketiga!”
Bung Karno segera mengirim satu
pasukan besar di bawah pimpinan Ahmad Yani untuk melibas para pemberontak di
Sumatera. Saat itu RRC telah menyiapkan skuadron udaranya serta ribuan tentara
regulernya untuk bergerak ke Indonesia guna membantu Soekarno memadamkan
pemberontakan yang didukung CIA tersebut, namun Bung Karno menolaknya.
“Kekuatan angkatan perang kami masih mampu menghadapi para pemberontak itu,”
ujarnya. Dan hal itu terbukti, hanya dalam hitungan jam setelah pasukan Ahmad
Yani mendarat di Pekanbaru, Padang, serta Bukit Tinggi-pusat konsentrasi para
pemberontak-maka kota-kota penting itu pun direbut tanpa perlawanan yang
berarti.
Bahkan pesan rahasia CIA kepada para
pimpinan pemberontak yakni sebelum mundur dari Riau mereka harus meledakkan
instalasi kilang minyak Caltex dulu, agar dua batalyon US Marine yang sudah
menunggu di perairan Dumai bisa mendarat dan menghantam pasukan Yani, dan
setelah itu berencana merangsek ke Jakarta guna menumbangkan Soekarno, ini sama
sekali tidak sempat dilakukan. Juni 1958, pemberontakan ini berhasil ditumpas.
Sumitro Djojohadikusumo dan sejumlah tokoh yang terlibat pemberontakan
meloloskan diri ke Singapura dan tahukah anda, dari ‘Basis Israel di Asia
Tenggara’ itulah, kelompok ini terus menggerogoti kekuasaan Bung Karno sampai
tumbang!
Operasi Dua Muka ASWalau awalnya AS membantah
keterlibatannya, namun mantan Dubes AS Howard P. Jones mengakui jika dirinya
tahu jika CIA ada di belakang pemberontakan itu. Hal ini ditegaskan Jones dalam
memoarnya “Indonesia: The Possible Dream”. Upaya CIA menumbangkan Bung Karno
selalu menemui kegagalan. Dari membuat film porno “Bung Karno”, sampai dengan
upaya pembunuhan dengan berbagai cara.
Hal ini menjadikan CIA harus bekerja
ekstra keras. Apalagi Bung Karno secara cerdik akhirnya membeli senjata dan
peralatan militer ke negara-negara Blok Timur dalam jumlah besar, setelah AS
menolak memberikan peralatan militernya. AS tentu tidak ingin Indonesia lebih
jauh bersahabat dengan Blok Timur. Sebab itu, setelah gagal mendukung
PRRI/PERMESTA, sikap AS jadi lebih lunak terhadap Indonesia. Namun walau di
permukaan AS tampak kian melunak, sesungguhnya AS tengah melancarkan ‘operasi
dua muka’ terhadap Indonesia. Di permukaan AS ingin terlihat memperbaharui
hubungannya dengan Bung Karno, namun diam-diam CIA masih bergerak untuk
menumbangkan Bung Karno dan menyiapkan satu pemerintah baru untuk Indonesia
yang mau tunduk pada kepentingan Amerika.
Di sisi lain, CIA juga menggarap
satu proyek membangun kelompok elit birokrat baru yang PRO BARAT yang kini
dikenal sebagai ‘Berkeley Mafia’. Sumitro dan Soedjatmoko merupakan tokoh
penting dalam kelompok ini. (untuk hal ini lebih lanjut silakan baca artikel
David Ransom: “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya
Baru dari Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia.
Terbukanya Upeti Besar dari Asia
Tumbangnya Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto disambut gembira pihak
Washington. Presiden AS Richard M. Nixon sendiri menyebut hal itu sebagai
“Terbukanya upeti besar dari Asia”. Indonesia memang laksana peti harta karun
yang berisi segala kekayaan alam yang luar biasa. Jika oleh Soekarno kunci peti
harta karun ini dijaga baik-baik bahkan dilindungi dengan segenap kekuatan yang
ada, maka oleh Jenderal Suharto, kunci peti harta karun ini justru digadaikan
dengan harga murah kepada Amerika Serikat. Apalagi di zaman pemerintahan SBY
saat ini.
Prosesi digadaikannya seluruh
kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan kolonialisme Barat
terjadi di Swiss, November 1967. Jenderal Suharto mengirim sat tim ekonomi
dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tim yang kelak disebut
sebagai Mafia Berkeley, menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin
Rockefeller. Dalam pertemuan inilah tanah Indonesia yang kaya raya dengan bahan
tambang dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan kepada korporasi-korporasi
asing.
Freeport mendapat gunung emas di
Irian Barat, demikian pula yang lainnya. Bahkan landasan legal formal untuk
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia pun dirancang di Swiss ini yang
kemudian dikenal sebagai UU Penanaman Modal Asing tahun 1967 (John Pilger; The
NewRulers of the World). Dan jangan lupa, semua CEO korporasi asing tersebut
dikuasai oleh jaringan Yahudi Internasional.
Sejak kegagalan mendukung
PRRI/PERMESTA, National Security Council (NSC) lewat CIA terus memantau
perkembangan situasi Indonesia secara intens. Sejumlah lembaga-lembaga sipil
dan militer AS juga sangat aktif menggodok orang-orang Indonesia yang
dipersiapkan duduk di kursi kekuasaan paska Soekarno. Orang yang dijadikan
penghubung antara CIA dan Suharto dalam hal ini adalah Adam Malik.
Untuk membangun satu kelompok
militer terutama Angkatan Darat di Indonesia yang ‘baru’. AS menyelenggarakan
pendidikan militer untuk para perwira Indonesia ini di Fort Leavenworth, Fort
Bragg, dan sebagainya. Pada masa antara 1958-1965 jumlah perwira Indonesia yang
mendapat pendidikan ini meningkat menjadi 4.000 orang. AS telah memanfaatkan
para pejabat Indonesia PRO BARAT ini untuk memuluskan kepentingannya. Bahkan
Tim Werner dalam jika Adam Malik telah direkrut menjadi agen CIA lewat
pengakuan seorang mantan agen CIA bernama McAvoy. Walau yang terakhir ini
sempat jadi polemik, namun kedekatan Adam Malik dan kawan-kawan dengan para
pejabat AS saat itu adalah suatu fakta sejarah.
Demikianlah, sudah banyak literatur
dan dokumen yang membongkar keterlibatan CIA di dalam peristiwa Oktober 1965,
yang pada akhirnya menjatuhkan Soekarno dan menaikkan Jenderal Suharto. Atas
nama pembersihan kaum komunis di negeri ini, CIA turut menyumbang daftar nama
kematian (The Dead List) yang berisi 5.000 nama tokoh dan kader PKI di
Indonesia kepada Jenderal Suharto. CIA memang memberi daftar target operasi
sejumlah 5.000 orang, namun fakta di lapangan jauh di atas angka itu. Kol.
Sarwo Edhie, Komandan RPKAD saat itu yang memimpin operasi pembersihan ini,
terutama di Jawa Tengah dan Timur, menyebut angka tiga juta orang yang berhasil
dihabisi. Bukan tokoh PKI saja yang dibunuh, namun juga orang-orang kecil yang
tidak tahu apa-apa yang menjadi korban politik kotor konspiratif antara CIA
dengan para ‘local army friend’.
Strategi CIA dalam menggulingkan
Soekarno kembali dipakai untuk membantu junta militer Chili mengudeta Presiden
Salvador Allende yang Sosialis, dan menaikkan Wakil Panglima Bersenjata Chili
Augusto Pinochet Agurte dengan nama sandi : OPERASI JAKARTA (operasi bentukan
Presiden AS Richard Nixon), sejarah
telah mengungkap borok Amerika dan jaringan PRO BARAT nya. Tidak menutup
kemungkinan jika kejadian serupa akan terulang dengan modus yang sama :
- Ada pangkalan militer dimana terdapat manusia2 Pro Barat yang direkrut dan digodok,
- Ada pertemuan rahasia di Basis Israel di Asia Tenggara,
- Ada antek Pro Barat yang dipelihara.
Sungguh negeri yang benar-benar
sudah dicengkram oleh Jaringan Licik Internasional. Negeri yang Merdeka dalam
Belenggu. Negeri Yang Penuh Fatamorgana, keamanannya pun fatamorgana. Sekali
lagi kita disodori bukti tak terbantah jika Kaum Pro Barat adalah duri dalam
daging yang suatu saat menjelma menjadi kekuatan mereka. Tidak dapat tidak, ini
hanya bisa dipahami oleh orang yang TIDAK SEKEDAR MEMILIKI AKAL tetapi juga
mempergunakan akalnya itu.
2.3 Intervensi Amerika dalam Pembebasan Irian Barat
Indikasi
dari adanya keterlibatan dan intervensi Amerika Serikat di Irian Barat itu
sendiri memiliki permasalahan yang cukup signifikan. Hal ini diawali dari
adanya kepentingan serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat itu sendiri di
berbagai negara di Asia, temasuk Indonesia. Kemudian dengan adanya kemampuan
dari Amerika Serikat dalam hal militer dan juga perekonomian itu sendiri
memberikan kekuasaan terhadap negara-negara yang dianggapnya dapat diperoleh
kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral. Berbagai hubungan Amerika
Serikat-Indonesia yang pada mulanya dilakukan oleh Amerika Serikat berawal dari
adanya insiden antara awak kapal perang Potomac dengan penduduk Kuala Batu di
Aceh.Kemudian berlanjut menjadi adanya indikasi keterlibatan Amerika Serikat
dalam operasi Trikora yang menurut Amerika Serikat itu sendiri adalah upaya
pribadi Soekarno yang merusak tatanan perdamaian dan kesejahteraan dunia yang
kemudian dibentuknya opini dunia oleh Amerika Serikat itu sendiri.
Kesinambungan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat dengan masalah-masalah keamanan yang
dilakukannya tersebut memiliki ciri yang bertentangan. Ciri khas politik
Amerika Serikat itu sendiri memiliki kolaborasi yang seimbang antara
memeilihara, melindungi, dan memperluas kepentingan Amerika Serikat itu sendiri
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tetapi peran politik yang paling penting
dan realistik dalam kancahnya di Irian Barat adalah politik intervensionis.Di
mana pada masa pasca Perang Dunia II, permasalahan Irian Barat itu sendiri
diintervensi oleh Amerika Serikat melalui pemerintahan kepresidenan Harry S.
Truman, Dwight D. Eisenhower, John Fitzgerald Kennedy dan sebagainya yang
terpengaruh oleh kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang terpengaruh dari
pemimpin-pemimpinnya tersebut.
Dalam
suatu pemerintahan liberal maupun kebijakan luar negeri yang dijalankan Amerika
Serikat, terdapat peran kaum neokonservatif yang melakukan rekayasa sosial.
Rekayasa sosial terbentuk dari sebuah gerakan dengan visi tertentu yang
bertujuan untuk mempengaruhi perubahan sosial, tetapi dalam konteks social
engineering (rekayasa sosial) yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat,
adalah dengan melakukan penyebaran demokrasi terhadap negara-negara yang masih
diktator.Dalam hal ini Soekarno dianggap sebagai seorang diktator yang
menghalangi kepentingan Amerika Serikat di Indonesia khususnya Irian Barat pada
masa pasca Perang Dingin tersebut.
Keterlibatan
Amerika Serikat itu sendiri tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai
presiden pertama Republik Indonesia yang baru merdeka pada tahun 1945.
Pengaruh-pengaruh Blok Timur di Indonesia mulai dikesampingkan oleh presiden
Amerika Serikat pada saat itu yaitu Harry S. Truman di mana konflik
kependudukan dan geografi Irian Barat itu sendiri berakar dari adanya
kepentingan Amerika Serikat untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai bagian
dari negara-negara penganut Blok Barat, tetapi dengan adanya peran Soekarno
yang bersikap tegas dan tidak mudah untuk diatur, Amerika Serikat menggunakan
kesempatan tersebut di mana pada saat itu Indonesia sedang melakukan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan terhadap Belanda untuk membantu Belanda mengklaim
Irian Barat sebagai daerah yang diklaim Belanda dalam jajahannya agara
Indonesia tetap condong ke Blok Barat di bawah pengaruh Belanda.
Bentuk
lain dari Doktrin Truman yang berlaku di Eropa juga diaplikasikan dalam
penolakan bantuan militer terhadap Indonesia dalam melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Hal ini dikarenakan sikap Soekarno yang juga mendukung komunisme
dalam masa Perang Dingin sehingga adanya indikasi bahwa tidak percayanya
Amerika Serikat terhadap Indonesia untuk terus berada di Blok Barat. Sedangkan
mempertahankan Irian Barat dianggap sebagai suatu sikap atau bentuk perlawanan
terhadap imperialisme yang berkepanjangan antara negara-negara Blok Barat
tersebut. Kembali ke pemikiran-pemikiran neokonservatif yang dimiliki oleh
institusi-institusi Amerika Serikat itu sendiri, perlu diketahui bahwa
demokrasi yang menjadi objek penyebaran pemerintah Amerika Serikat, dipercaya
menjadi jawaban bagi keinginan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, dan
demokrasi dipercaya oleh kaum neokonservatif sebagai hak-hak dasar manusia
walaupun kaum neokonservatif sendiri mengabaikan nilai-nilai fungsi sipil yang
kritis. Demokrasi juga disalahpahami sebagai suatu sistem yang menguntungkan
sebuah negara karena dibebaskannya negara tersebut dari kediktatoran.Hal yang
ingin ditekankan adalah kasus Irian Barat dalam pandangan Truman merupakan
suatu bentuk kesempatan ataupun eksperimen untuk mempersatukan serta mengayomi
pihak militer Indonesia untuk melepaskan diri dari pihak Indonesia.
Berlanjut
pada masa pemerintahan Dwight D. Eisenhower di mana adanya keterlibatan seorang
agen CIA bernama Allen Pope yang dianggap memiliki peran penting dalam proses
intervensi pemerintahan AS di Indonesia dan membuka peluang penting dalam
menyibak kabut keterlibatan AS di Irian Barat. Pada tahun 1950 juga bentuk
politik Amerika Serikat terhadap Indonesia memiliki beberapa faktor yang
relevan dengan adanya permasalah baik di internal maupun eksternal Indonesia
dan Amerika Serikat itu sendiri. Seperti tindakan-tindakan sensitive yang
dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat karena adanya gerakan-gerakan yang
menjurus kea rah komunisme Blok Timur, lalu pada waktu itu pemerintah Indonesia
memperoleh dukungan yang luas dari rakyat beserta instrument-instrumen
kenegaraannya yang luas sehingga adanya kecenderungan munculnya pengaruh yang
memecah belah, lalu metode politik Indonesia yang tidak sesuai dengan demokrasi
Amerika Serikat itu sendiri juga menjadi permasalahan lain dalam kebijakan luar
negeri Amerika Serikat di Indonesia sendiri, kemudian adanya ketidaksenangan
pihak Amerika Serikat karena akan adanya gerakan politik yang memperjuangkan
Irian Barat (yang pada saat itu masih dijajah Belanda).Sehingga bantuan luar
negeri yang Amerika Serikat berikan, tersangkut oleh adanya faktor-faktor
tersebut.
Lalu
kemudian cara persuasif yang lebih halus dan tanpa penekanan dilakukan oleh
John F. Kennedy dalam masa pemerintahannya terhadap Soekarno. Adanya
pengeluaran biaya dalam pembelian alat-alat militer dan bantuan secara militer
ditawarkan oleh Kennedy untuk aksi-aksi pembebasan Irian Barat dan berbagai
permasalahan lainnya di Indonesia terhadap Soekarno. Hal ini memberikan jalan
lain setelah terkuaknya kasus dugaan percobaan pembunuhan Soekarno, 3 Juni
1965.Setelah adanya pembebasan Allen Pope itu sendiri yang dimuat di New York
Times, 23 Agustus 1962“Indonesia Bebaskan Penerbang AmerikaOrang yang dihukum
seumur hidup dikembalikan ke Amerika Serikat secara rahasiaOleh Robert F.
WhitneyKhusus untuk New York Times
WASHINGTON, 22 Agustus Allen Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat yang menjalani hukuman seumur hidup dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada tanggal 2 Juli dan selama beberapa minggu sudah berada di Amerika Serikat. Menurut Reap, pilot itu dibebaskan sebagai bagian dari amnesti umum dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi untuk memperoleh pembebasannya.
WASHINGTON, 22 Agustus Allen Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat yang menjalani hukuman seumur hidup dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada tanggal 2 Juli dan selama beberapa minggu sudah berada di Amerika Serikat. Menurut Reap, pilot itu dibebaskan sebagai bagian dari amnesti umum dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi untuk memperoleh pembebasannya.
Hal
ini memberikan adanya perubahan pandangan pembebasan warga negara Amerika
Serikat yang sebelumnya mendapatkan sanksi hukuman seumur hidup menjadi bebas
tanpa syarat dan dikembalikan ke negaranya. Keterlibatan Amerika Serikat dalam
berbagai perjuangan politik Indonesia pun terkuat melalui penangkapan Allen
Pope sebagai agen CIA yang menyamar tersebut.
Dalam
Operasi Trikora yang disebut juga sebagai upaya yang dilancarkan Indonesia
untuk menggabungkan wilayah Irian Barat. Hal ini terjadi terkait dengan
nasionalisme yang ditekankan pada masa pemerintahan Soekarno sehingga pada
tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan
Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta.Pembentukan
berbagai komando dan penyelenggaraan operasi-operasi militer juga diberlakukan
Soekarno dalam penanggulangan permasalahan di Irian Barat tersebut.
Kepentingan
awal yang mengakar pada masa Perang Dingin tersebut adalah adanya penyebaran
demokrasi, Dari kasus-kasus yang sudah terjadi, kesuksesan penyebaran demokrasi
memiliki tiga kerakteristik yang bisa dijadikan sebagai pembanding, yaitu:
1.Adanya
inisiatif yang datang dari masyarakat yang bersangkutan.
2. Bentuk dukungan eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap pemilihan serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk berorganisasi.
2. Bentuk dukungan eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap pemilihan serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk berorganisasi.
3. Daya
penerimaan kekuatan pro-demokrasi dari negara luar, sangat bergantung kepada
sejarah spesifik masyarakat dan jenis dari nasionalisme penduduk setempat yang
ada.
Peran
Amerika Serikat dalam penyebaran demokrasi yang terjadi melalui dan melewati
konflik yang terjadi di Irian Barat tersebut berkelanjutan dengan adanya
desakan-desakan Amerika Serikat terhadap Belanda untuk terus melakukan
perundingan-perundingan dengan pihak Indonesia. Sehingga untuk menghindari
konfrontasi yang lebih lanjut, diadakanlah perjanjian antara pemerintah Indonesia
dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan nama Perjanjian New
York.Dalam hal inilah peran aktif dan langsung yang dimiliki oleh Amerika
Serikat terhadap permasalahan Irian Barat terlihat jelas.
Keterlibatan
maupun intervensi Amerika Serikat dalam permasalahan Irian Barat tersebut tidak
terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden yang memimpin pada masa
perjuangan Irian Barat tersebut. Kemudian keterlibatan-keterlibatan Amerika
Serikat terlihat jelas melalui adanya peran-peran CIA dan organisasi lainnya
dalam proses intervensi politik Indonesia oleh Amerika Serikat sendiri termasuk
permasalahan Irian Barat, serta berujung kepada permohonan pembebasan Allan
Pope untuk kembali ke Amerika Serikat. Ketakutan Amerika Serikat terlihat di
dalam cara penanganan-penanganan permasalahan Irian Barat yang memerlukan
rekayasa-rekayasa sosial dalam hal militer dan juga ekonomi, walaupun mendapat
perlawanan dari Soekarno itu sendiri. Permasalahan Irian Barat pun dianggap
sebagai suatu kesempatan untuk memecah Indonesia untuk kembali di bawah jajahan
Belanda sebagai bagian dari Blok Barat di masa Perang Dingin tersebut, di mana
kebijakan presiden Amerika Serikat juga berperan di dalamnya pada masa itu.
Dalam
sejarah Republik ini, nasionalisasi perusahaan asing pernah menjadi kebijakan
resmi pemerintah, yang didukung oleh kekuatan politik progresif. Itu terjadi
pada masa pemerintahan Bung Karno di akhir tahun 1957. Kebijakan
nasionalisasi ini muncul sebagai akibat dari ‘buntunya’ perjuangan
mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda ke pangkuan Republik
Indonesia (RI) melalui jalur diplomasi, pasca perjanjian konferensi meja
bundar (KMB) 1949. Pemerintahan Bung Karno memutuskan untuk
menghadapi Belanda dengan cara frontal, yakni membatalkan
perjanjian KMB secara sepihak.
Maka,
di tahun 1956, kabinet Ali Sastroamidjojo II membatalkan perjanjian KMB dengan
Belanda secara unilateral.Organ-organ yang terkait dengan PNI (Partai Nasional
Indonesia) dan lainya, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia) dan KBM (Kesatuan Buruh Marhaenis), menjadi pelopor dalam aksi-aksi
massa menuntut pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda dan asing
lainnya, sebagai bentuk resistensi terhadap eksistensi kolonial Belanda yang
belum terlikuidasi sepenuhnya di Republik ini.
Akhirnya,
pemerintah Bung Karno pun merespon keinginan massa rakyat tersebut.
Hasil rapat Kabinet Djuanda pada 28 November 1957 menghasilkan
beberapa keputusan penting terkait hal tersebut, antara lain: pemerintah
memutuskan untuk mendukung demonstrasi dan pengambillalihan beberapa perusahaan
Belanda. Disinilah terlihat sinergi antara pemerintahan Indonesia merdeka
dibawah pimpinan Bung Karno dan Djuanda dengan gerakan-gerakan rakyat progresif
yang disokong PNI dan PKI guna mengakhiri kekuasaan ekonomi
Belanda.
Hal-hal
semacam inilah yang membuat Pemerintah Amerika Serikat menjadi gerah dan gemes
terhadap presiden pertama Indonesia, mereka tidak suka dan dengan planning
tertentu berusaha untuk memindahkan kedudukan Sukarno dengan orang lain yang
tentunya memihak dan mau menjadi penjilat telapak kaki Negara Paman Sam.
Indonesia
sebagai objek utama Marshall Plan desain Amerika, planing yang muncul sebagai
sebuah ketakutan akut Amerika jika Indonesia berubah menjadi Negara Komunis,
Negara yang seirama dengan UniSoviet musuh besar Amerika kala itu. Jelas
perubahan Indonesia menjadi Negara komunis akan menjadi sandungan besar bagi
perjalanan hidup neokolonialisme yang Amerika pilih.
Namun
untuk menundukkan Indonesia, AS jelas kesulitan karena negeri ini tengah
dipimpin oleh seorang yang sukar diatur, cerdas, dan licin. Dialah Bung Karno.
Tiada jalan lain, orang ini harus ditumbangkan, dengan berbagai cara. Sejarah
telah mencatat dengan baik bagaimana CIA ikut terlibat langsung berbagai
pemberontakan terhadap kekuasaan Bung Karno. CIA juga membina kader-kadernya di
bidang pendidikan (yang nantinya melahirkan Mafia Berkeley), mendekati dan
menunggangi partai politik demi kepentingannya (antara lain lewat PSI), membina
sel binaannya di ketentaraan (local army friend) dan sebagainya.
Setelah berkali-kali gagal mendongkel Bung Karno dan bahkan sampai hendak
membunuhnya, akhirnya pada paruh akhir 1965, Bung Karno berhasil disingkirkan.
Setelah
peristiwa 1 Oktober 1965, secara defacto, Jenderal Suharto
mengendalikan negeri ini. Pekan ketiga sampai dengan awal 1966, Jenderal
Suharto menugaskan para kaki tangannya membantai mungkin jumlahnya mencapai
jutaan orang. Mereka yang dibunuh adalah orang-orang yang dituduh kader atau
simpatisan komunis (PKI), tanpa melewati proses pengadilan yangfair.
Media internasional bungkam terhadap kejahatan kemanusiaan yang melebihi
kejahatan rezim Polpot di Kamboja ini, karena memang AS sangat diuntungkan.
Jatuhnya
Bung Karno dan naiknya Jenderal Suharto dirayakan dengan penuh suka cita oleh
Washington. Bahkan Presiden Nixon menyebutnya sebagai "Hadiah terbesar
dari Asia Tenggara". Satu negeri dengan wilayah yang sangat strategis,
kaya raya dengan sumber daya alam, segenap bahan tambang, dan sebagainya ini
telah berhasil dikuasai dan dalam waktu singkat akan dijadikan ‘sapi perahan'
bagi kejayaan imperialisme Barat.
Nopember
1967, Jenderal Suharto menugaskan satu tim ekonom pro-AS menemui para'bos'
Yahudi Internasional di Swiss. Disertasi Doktoral Brad Sampson, dari Northwestern
UniversityAS menelusuri fakta sejarah Indonesia di awal Orde Baru. Prof.
Jeffrey Winters diangkat sebagai promotornya. Indonesianis asal Australia, John
Pilger dalamThe New Rulers of The World, mengutip Sampson dan menulis:"Dalam
bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar' (istilah
pemerintah AS untuk Indonesia setelah Bung Karno jatuh dan digantikan oleh
Soeharto), maka hasil tangkapannya itu dibagi-bagi. The Time Life Corporation
mensponsori konferensi istimewa di Jenewa, Swiss, yang dalam waktu tiga hari
membahas strategi pengambil-alihan Indonesia.Para pesertanya terdiri dari
seluruh kapitalis yang paling berpengaruh di dunia, orang-orang seperti David
Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili perusahaan-perusahaan
minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland,
British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The
International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian
Development Bank, Chase Manhattan, dan sebagainya."Di seberang meja, duduk
orang-orang Soeharto yang oleh Rockefeller dan pengusaha-pengusaha Yahudi
lainnya disebut sebagai ‘ekonom-ekonom Indonesia yang korup'."Di Jenewa,
Tim Indonesia tersebut terkenal dengan sebutan ‘The Berkeley Mafia' karena
beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat
untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai
peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikannya
yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya. Tim
Ekonomi Indonesia menawarkan: Tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan
sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar."Masih dalam
kutipan John Pilger, "Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi
sektor demi sektor." Prof. Jeffrey Winters menyebutnya, "Ini
dilakukan dengan cara yang amat spektakuler. "Mereka membaginya
dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri
ringan di kamar satunya, perbankan dan keuangan di kamar yang lain lagi; yang
dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan
kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya.
Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke
meja lainnya, mengatakan, ‘Ini yang kami inginkan, itu yang kami inginkan, ini,
ini, dan ini.' Dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk
berinvestasi. Tentunya produk hukum yang sangat menguntungkan mereka. Saya
tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global
duduk dengan wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan
merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya
sendiri.Freeport mendapatkan gunung tembaga di Papua
Barat (Henry Kissinger, pengusaha Yahudi AS, duduk dalam Dewan Komisaris).
Sebuah konsorsium Eropa mendapatkan Nikel di Papua Barat. Sang raksasa Alcoa
mendapatkan bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan
Amerika, Jepang, dan Perancis mendapatkan hutan-hutan tropis di Kalimantan,
Sumatera, dan Papua Barat.
Dia
juga menolak bantuan keuangan dari AS berupa pinnjaman uang. Sukarno menilai
bahwa hubungan antara dunia pertama dengan dunia ketigaadalah yakni antara
Oldefos dan Nevos antara Old establish forces dengan New Emerging Forces adalah
bentuk dari neokapitalisme. Contoh dari neokapitalis berdasarkan pandangan ini
adalah Italia dan Inggris. Pemikiran ini berkembang hingga tahun 1965.
Sebenarnya
bangsa Indonesia adalah bangsa yang haus dengan keadilan, beberapa tahun lalu
dengan penuh kesadaran mereka menolak penyerangan Amerika pada Irak,
Afganistan, pemberian bantuan pada Rezim Zionis Israel dll, mereka menilai
Amerika dan konco-konconya adalah Negara berpolitik muka dua dibidang HAM.
Amerika hanya melakukan sesuatu selama hal itu bisa memberikan keuntungan
padanya.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Jatuhnya
Bung Karno dan naiknya Jenderal Suharto dirayakan dengan penuh suka cita oleh
Washington. Bahkan Presiden Nixon menyebutnya sebagai "Hadiah terbesar
dari Asia Tenggara". Satu negeri dengan wilayah yang sangat strategis,
kaya raya dengan sumber daya alam, segenap bahan tambang, dan sebagainya ini
telah berhasil dikuasai dan dalam waktu singkat akan dijadikan ‘sapi perahan'
bagi kejayaan imperialisme Barat.
hubungan
antara dunia pertama dengan dunia ketigaadalah yakni antara Oldefos dan Nevos
antara Old establish forces dengan New Emerging Forces adalah bentuk dari
neokapitalisme. Contoh dari neokapitalis berdasarkan pandangan ini adalah
Italia dan Inggris. Pemikiran ini berkembang hingga tahun 1965.
Sebenarnya
bangsa Indonesia adalah bangsa yang haus dengan keadilan, beberapa tahun lalu
dengan penuh kesadaran mereka menolak penyerangan Amerika pada Irak,
Afganistan, pemberian bantuan pada Rezim Zionis Israel dll, mereka menilai
Amerika dan konco-konconya adalah Negara berpolitik muka dua dibidang HAM.
Amerika hanya melakukan sesuatu selama hal itu bisa memberikan keuntungan
padanya.
DAFTAR PUSTAKA
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
BalasHapusDEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<