Tugas UAS Sejarah Amerika


 KETERLIBATAN AMERIKA DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA
 “Pengaruh Pemberian bantuan Amerika terhadap Perkembangan Militer Indonesia tahun (1959-1998)”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Sejarah Amerika



Disusun Oleh:
Dhevy Ratna Sari        120210302095
Kelas B



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014










Kata Pengantar

Puji  syukur kami ucapkan kepada Allah SWT , berkat limpahan karunia – Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Pengaruh Amerika dalam Pembangunan Indonesia. Makalah ini dibuat untuk memenuhi Ujian Akhir Semester materi kuliah Sejarah Amerika.
Di era globalisasi ini, era yang penuh persaingan, baik persaingan lokal, nasional dan global. Oleh karena itu kita harus membekali diri untuk menghadapi persaingan tersebut. Bekal ilmu pengetahuan saja tidak cukup karena dalam era globalisasi sekarang ini sistem kerja tidak hanya mengandalkan individu, tetapi juga jaringan kerjasama dengan pihak -pihak lain. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi sangat dibutuhkan.
Makalah ini dibuat untuk memberikan arahan dan tuntutan kepada pembaca agar mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat belajar secara aktif dan kreatif dan mampu mengetahui pentingnya belajar Sejarah Amerika, khususnya mengenai Pengaruh Amerika dalam pembangunan Indonesia. Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan makalah ini. Selain itu, kami pun mengucapakan terima kasih kepada Dosen Pengampu Sejarah Amerika Serikat yang telah memberikan bimbingan  dan arahan dalam pembuatan makalah ini.
            Kami berharap makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih berkompeten dalam komunikasi memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas pembelajaran materi Sejarah Amerika.


Jember, 6 Juni 2014

Penulis,










BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pada zaman Bung Karno dan Kennedy Indonesia dan Amerika Serikat berhubungan baik.Tetapi ketika Nixon naik hubungan Inonesia dan Amerika Serikat merenggang dan adanya ideologi yang berbeda,maka Indonesia berpaling terhadap blok timur yang dipimpin Uni Soviet. Mulai saat itu Indonesia menggunakan alat-alat perang dari Uni Soviet. Tetapi pada zaman Presiden Republik Indonesia yang ke 2 yaitu Bapak Soeharto membuka kembali hubungan dengan Amerika Serikat dan dipersejatailah Tentara Nasonal Indonesia oleh Amerika Serikat. Tentara Nasional Indonesia semakin kuat dan semakin maju dalam hal militer karena di bantu dengan persenjataan Amerika serikat dari pemberian kapal – kapal perang , senjata perang ,hingga pesawat tempur.Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Angkatan Darat termasuk KOPASSUS dan Angkatan Udara yang menggunakan persenjataan dari Amerika Serikat semakin kuat hingga diadakannya latihan gabungan atau latihan bersama antara tentara Amerika Serikat dan Tentara Republik Indonesia hingga masalah kawasan regional.
Indonesia menjadi konsen di mata Amerika Serikat karena di Indonesia yang pernduduk lebih dari 200 juta orang lebih tersebut semakin mempercayai kekuatan absolute Amerika Serikat. Pada dekade tahun 80an Kopassus sebagai Komando pasukan khusus yang awalnya bernama RPKAD dan KOPASANDHA diberikan persenjataan oleh Amerika Serikat. Kemudian terjadi kerusuhan Dili, Timor Timur November 1991 Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan menghentikan pasokan alat pertahanan ke Indonesia atau di dunia politik internasional di sebut embargo. Kebijakan embargo ini dilakukan karena Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia.
Hak-hak yang telah dipunyai setiap orang atau seseorang sejak ia masih di dalam kandungan dan itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia berlaku secara universal. Dasar – dasar Hak Asasi Manusia atau HAM tercantum atau tertuang di dalam deklarasi Amerika Serikat ( declaration of independence of USA ) . Contoh-contoh Hak Asasi Manusia adalah pertama Hak untuk hidup, kedua hak untuk memperoleh pendidikan, ketiga hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain , keempat hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, kelima hak untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Amerika Serikat Indonesia telah melanggar kelima hak - hak tersebut. Kebijakan embargo militer Amerika Serikat terhadap Indonesia pasca jajak pendapat Timor Timur tahun1999.
Sejak 1990an pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh militer Indonesia di Timor Timur dan dari situ mulai diketahui Indonesia di bantu negara asing dan terlibat dalam berbagai aksi. Memasuki tahun 2001 ternyata embargo militer Amerika Serikat masih belum berakhir atau belum di cabut. Tetapi mulai 2001 ini hubungan Amerika Serikat dan Republik Indonesia sempat membaik karena Presiden Amerika George W Bush memberikan dana sebesar 400 juta dollar Amerika untuk mendukung dan membantu pendidikan masyarakat sipil Indonesia di bidang pertahanan melalui kegiatan perluasan pelatihan dan pendidikan militer internasional (Expanded Internasional Military Education and Training).
Indonesia menerima dengan baik. Pada saat di bantu itu negara kita mulai sedikit membaik. Ternyata negara kita masih butuh bantuan yang lebih agar bias berkembang menjadi negara maju. Masalah embargo ini sempat membuat negara Indonesia kewalahan dalam menghadapi pertahanannya. Memang bagi Amerika Serikat masalalah Hak Asasi Manusia adalah hal yang tabu bagi mereka jadi wajar saja jika mereka mengembargo kita karena kita melanggar Hak Asasi Manusia. Hal yang menjadi permasalaan yang diangkat melalui makalah ini adalah bagaimana embargo militer Amerika Serikat tersebut dapat diupayakan untuk berakhir dengan berbagai upaya diplomatic yang dilakukan oleh Indonesia. Dalam makalah ini, akan menganalisa bagaimana embargo militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia memberikan pengaruh terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia serta bagimana usaha-usaha yang dilakukan agar embargo yang diterapkan Amerika Serikat ini dapat dicabut dan hubungan Republik Indonesia dengan Amerika Serikat dapat terjalin dengan baik tanpa ada masalah sedikit pun yang dapat mengundang konflik antar kedua negara tersebut.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimnankah Bantuan Militer Amerika terhadap Indonesia tahun 1958 1959?
1.2.2 Bagaimanakah Kejayaan Militer Indonesia tahun 1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika?
1.2.3 Bagaimanakah proses Uni Soviet untuk merebut pasokan persenjataan Amerika ke Indonesia?
1.2.4 Apa penyebab diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap Indonesia?

1.3. Manfaat dan Tujuan
1.3.1.                Mengetahui Bantuan Militer Amerika terhadap Indonesia tahun 1958-1959
1.3.2.                Mengetahui Kejayaan Militer Indonesia tahun 1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika
1.3.3.                Mengetahui proses Uni Soviet untuk merebut pasokan persenjataan Amerika ke Indonesia
1.3.4.                Mengetahui diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap Indonesia









BAB II PEMBAHASAN

2.1. Bantuan Militer Amerika terhadap Indonesia tahun 1958-1959
Indonesia dan Amerika Serikat terikat pada comprehensive partnership yang disepakati pemimpin kedua negeri, termasuk di dalamnya kemitraan dalam bidang pertahanan. Terkait dengan hal tersebut, realisasi dari kemitraan di bidang pertahanan antara lain adalah bantuan Washington kepada Jakarta yang sesuai dengan kebutuhan Jakarta. Bantuan seperti itu akan menunjukkan kesungguhan dan ketulusan Amerika Serikat kepada Indonesia dalam rangka menciptakan stabilitas kawasan.
Misalnya soal kerjasama tentang Laut Cina Selatan. Apabila Washington ingin membantu Jakarta, salah satu bentuknya adalah pengadaan sistem senjata Angkatan Laut yang mampu beroperasi di sana. Kalau yang diberikan adalah kapal patroli cepat, itu tindakan yang meningkatkan kemampuan kekuatan laut Indonesia untuk hadir di perairan itu.
Di sisi lain, Indonesia harus cermat dalam mengkaji proposal bantuan yang hendak diajukan kepada Amerika Serikat. Jangan sampai proposal bantuan dari Amerika Serikat langsung diaminkan saja tanpa pembahasan lebih lanjut, termasuk misalnya di mana sistem senjata itu akan dioperasikan. Kadang kala, kelemahan Indonesia adalah tidak mengkaji secara matang tawaran bantuan yang disodorkan oleh pihak asing, sehingga kemudian mengalami kesulitan ketika sudah dioperasionalkan.
Bantuan Amerika Serikat hendaknya berupa kemudahan mengakses teknologi sensitif yang dipunyai negeri itu. Misalnya Indonesia bisa membeli rudal jelajah Angkatan Laut yang di dalamnya mempunyai subkomponen buatan Washington, meskipun rudal itu keluaran Eropa. Bentuk bantuan bisa pula mengoptimalkan kerjasama intelijen secara rutin dan tidak lagi hanya bersifat satu arah yaitu berdasarkan kebutuhan Washington belaka.
Bantuan militer Amerika Serikat kepada Indonesia merupakan keniscayaan dalam kemitraan kedua negara. Hanya saja perlu ketulusan kerjasama kedua belah pihak. Isu ini yang perlu diperkuat oleh Washington dan Jakarta.Kemungkinan untuk menjembatani perbedaan pendapat yang terus berlanjut dalam pemerintahan Amerika Serikat selama akhir 1958 dan memperkuat kedudukan mereka dalam mendukung pemberian dukungan yang lebih besar kepada Indonesia merupakan satu faktor eksternal baru yang meningkatkan kekhawatiran pemerintah Amerika Serikat atas semakin besarnya jumlah dan makin cepatnya pengiriman persenjataan oleh blok Soviet ke Jakarta. Jumlah pengiriman persenjataan Soviet melebihi jumlah yang dikirim oleh Amerika Serikat pada bulan Agustus dan perbedaan terus berkembang. Faktor yang memperburuk masalah itu adalah tertundanya perjanjian yang baru disetujui oleh pemerintah Indonesia mengenai bantuan ekonomi sebesar 100 juta dolar yang ditawarkan Uni Soviet tiga tahun sebelumnya.
Akhir Desember 1957 Washington menolak permintaan terakhir kali yang diajukan oleh Nasution untuk membeli sekurangnya pengganti dan suku cadang persenjataan infanteri dan pesawat terbang buatan Amerika Serikat yang sudah mulai rusak, sehingga pada Januari 1958 Nasution mulai beralih pada sumber lain untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Para sekutu Amerika Serikat di Eropa dan Asia hampir tanpa terkecuali menolak menjual peralatan militer dan suku cadang kepada pemerintah pusat. Baru setelah Amerika Serikat mengubah kebijakan mengenai persenjataan dengan memberi bantuan militer sekedarnya seharga 7 juta dolar pada pertengahan Agustus 1958, Inggris, Jerman Barat dan Italia juga mulai menjual persenjataannya kepada Indonesia Maka, utusan yang dipimpin Kolonel Yani untuk membeli persenjataan pada bulan-bulan pertama 1958 lebih dulu berpaling pada blok Soviet, terutama Polandia, Cekoslowakia dan Yugoslavia. Pesanan mereka seketika itu juga diterima dengan pemberian kredit ringan. Jumlah pembelian senjata yang dilakukan oleh pemerintah pusat dari seluruh sumber non-Amerika Serikat, terutama blok Soviet, sangat besar. Pada tahun 1958 saja pihak intelijen Amerika Serikat memperkirakan jumahnya sebesar 229.395.600 dolar, ditambah dengan 100.456.500 dolar dari Januari hingga Agustus 1959.
Persenjataan yang dibeli selama dua periode itu dibagi sebagai berikut: untuk ADRI sebesar 132.412.500 dolar berupa senjata genggam, mortir, artileri, amunisi, 275 buah tank dan kendaraan berlapis baja, dan 560 buah kendaraan lainnya. Untuk ALRI sebesar 126.201.700 dolar terdiri atas empat buah kapal perusak; 24 buah kapal torpedo, pemburu kapal selam dan kapal-kapal patroli; dua buah kapal selam; 18 pesawat terbang; senjata dan mesiu serta suku cadang. Untuk AURI 69.916.200 dolar yang mencakup 50 buah pesawat jet pencegah, 40 buah pesawat jet dan pesawar piston latih, 20 pesawat pengebom, 20 pesawat pengangkut, 8 helikopter serta meriam-meriam anti serangan udara, peralatan elektronik dan amunisi.
Kekhawatiran yang makin meningkat akibat demikian banyaknya bantuan persenjataan yang diterima Indonesia dari blok Soviet menyebabkan Amerika Serikat pada November 1958 dan terutama pada  Januari 1959 mulai menyalurkan bantuan persenjataan dalam jumlah besar ke Indonesia sebagai upaya mengimbangi dan menandingi pemberian pemberian bantuan peralatan perang dari blok Soviet yang telah ditandatangani Yani pada musim semi 1958. Selama masa itu, sekutu Amerika Serikat di Eropa mulai melakukan hal yang sama sekalipun dalam jumlah yang lebih kecil. Seperti yang diharapkan pemerintah Eisenhower, membanjirnya persenjataan dari Barat menyebabkan pemerintah pusat di Jakarta tidak lagi memesan persenjataan dari blok Soviet. Tetapi, dengan sendirinya berarti pula komitmen Amerika Serikat dengan pemerintah pusat Indonesia menjadi semakin kuat. Hal mana merugikan pemberontak di Sumatra dan Sulawesi dengan dampak yang paling merugikan atas harapan terus berlangsungnya dukungan politik Amerika Serikat. Namun, pengiriman bantuan persenjataan yang sedemikian besar oleh Amerika Serikat kepada Indonesia dilakukan dengan sangat rahasia, sehingga pada pemberontak – dan juga kebanyakan anggota Kongres Amerika Serikat – baru mengetahuinya lama setelah pengiriman itu dilakukan dan tahap kedua pengiriman baru saja dimulai.
Bantuan militer tahap kedua kepada pemerintah pusat yang diketahui umum sebesar 14.900.000 dolar dan disetujui oleh Presiden Eisenhower pada 3 Desember 1958 merupakan pembelian dalam arti sesungguhnya – sesuai persetujuan konsesi – dengan menggunakan uang Indonesia, bukan dolar. Pembelian dalam jumlah yang tidak besar itu mencakup peralatan material untuk melengkapi 20 batalion infanteri, termasuk truk serta peralatan radio, kapal-kapal kecil untuk ALRI, peralatan untuk satu kompi Marinir, termasik sebuah mortir 60mm dan pelatihan pilot untuk AURI.
Untuk masa setelah tahun fiskal 1959-1960 (yaitu pertengahan 1959 hingga pertengahan 1960) pemerintah pusat tidak benar-benar diharapkan melakukan pembayaran kembali – bahkan dalam mata uang Indonesia. Seperti yang dilaporkan Dewan Keamanan Nasional, bantuan militer tahap berikutnya (diperkirakan berjumlah 27.900.000 dolar) malah lebih murah lagi karena secara nominal dianggap sebagai pembayaran kembali. Tetapi, dalam kenyataannya bisa diperlakukan sebagai bantuan uang dalam rangka Program Bantuan Militer. Bila dilakukan pembayaran kembali kepada Program Bantuan Militer pun diharapkan dalam bentuk rupiah dan dalam jumlah yang lebih sedikit dari jumlah sebenarnya.
Namun, jumlah tersebut di atas bukan terbesar karena tidak termasuk kelebihan persediaan. Kategori ‘kelebihan’ merupakan sejumlah besar bantuan rahasia yang tampaknya berkali-kali lebih besar dan tidak dicantumkan dalam buku kas induk dan dapat dibaca oleh sebagian besar anggota Kongres karena bantuan tersebut disamarkan dengan baik oleh Pentagon sebagai ‘surplus’ pada bagian peralatan militer. Menyatakan peralatan perang sebagai ‘surplus’ berarti menjadikannya pemberian cuma-cuma. Termasuk di dalamnya ‘surplus 20 buah pesawat F-51 dan suku cadang seberat 50.000 pon’ yang hanya harus dibayar pemerintah Indonesia sebesar 22.055 dolar untuk pesawat-pesawat bekas, mungkin tidak lebih besar dari 2 persen dari harga pasaran dunia. ‘Surplus’ 15 buah pesawat B-25 ditawarkan tidak lama sesudah itu berdasarkan ketentuan ‘antar pemerintah’.
Jumlah persediaan peralatan militer Amerika Serikat yang sebenarnya diberikan kepada pemerintah pusat tanpa bayar selama setahun setelah bantuan sekedarnya pada pertengahan Agustus 1958, ditambah dengan persenjataan yang dibeli dari negara-negara Barat sekutu Amerika Serikat sampai pertengahan 1959, sudah jauh melampaui apa yang dibeli dari blok Soviet. Tentu saja sebagai konsekuensi dari desakan Amerika Serikat dan para sekutunya, selama bagian kedua 1958 dan 1959 ‘Indonesia hanya membeli persenjataan dari negara-negara Dunia Bebas’.
Keadaan itu secara meyakinkan menyebabkan peranan blok Soviet di Indonesia sepanjang yang menyangkut Angkatan Darat jauh berkurang, tetapi tidak demikian halnya dengan AURI dan terutama ALRI. Ingatan tentang korban-korban yang mati dan terluka akibat pengeboman pesawat-pesawat CIA yang dikendalikan pilot Amerika Serikat dan Taiwan masih sangat segar, sehingga sulit bagi mereka mengubah kebijakan untuk berpihak kepada Amerika Serikat. Hal ini terutama terjadi di kalangan ALRI yang kehilangan sebagian besar pasukan elitnya ketika kapal komandonya dan beberapa kapal lainnya ditenggelamkan oleh apa yang secara jelas diketahui sebagai kekuatan udara Amerika Serikat. Seperti dikemukakan sebelumnya, AURI dan ALRI selama beberapa tahun tidak mau terlalu tergantung pada peralatan dari Amerika Serikat. Tambahan pula, AURI telah membeli banyak pesawat buatan Soviet selama bagian pertama 1958 ditambah dengan pelatihan pilot dan awak darat, dan sebenarnya hanya pemberian pesawat secara gratis oleh Amerika Serikat yang menyebabkan AURI kemudian menambah jumlah pembelian pesawat dan pelatihan dari Amerika Serikat. Dan sekalipun membeli sejumlah kapal dari Eropa Barat, ALRI menolak keras mengadakan hubungan dekat dengan Amerika Serikat. Maka, dalam sebuah memorandum internal Amerika Serikat tertanggal 8 September 1959 dikatakan. “Kebanyakan peralatan modern milik ALRI dan AURI berasal dari Blok dan keduanya angkatan itu harus bergantung pada Blok untuk mempertahankan mutu kerja.
Bila para pemberontak mengetahui betapa besarnya jumlah peralatan militer yang diberikan setelah ‘bantuan sekedarnya’ pada bulan Agustus 1958 oleh Amerika Serikat dan para sekutunya di Eropa kepada pemerintah pusat, barangkali para pemimpin militer senior mereka akan lebih cepat menyerah – sekalipun masih tetap menerima sedikit bantuan persenjataan dari Amerika Serikat melalui Taiwan dan Filipina yang dilaporkan masih disalurkan ke Sulawesi, yaitu kepada Darul Islam yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar dan Permesta, sedikitnya hingga awal 1961. Tambahan pula, seperti telah dikemukakan di atas, pengiriman persenjataan dari blok Soviet yang terus dilakukan selama musim gugur 1958 dan awal 1959 memberi dampak pada kebijakan Amerika Serikat yang berbeda dari yang diharapkan para pemberontak. Amerika Serikat ternyata bukan semakin menekan pemerintah pusat di Jakarta, tetapi justru semakin mengurangi tekanan dan bersedia menerima penundaan pemilu, undang-undang investasi luar negeri yang lebih terbuka, pembatasan rapat-rapat umum yang diadakan oleh PKI dan konstitusi yang memberi kekuasaan lebih besar kepada Soekarno dan Nasution – dua orang yang oleh para pemberontak dianggap sebagai musuh utama – walalupun mengurangi kekuasaan partai-partai politik termasuk PKI.
Para pemberontak juga tidak mungkin mengetahui telah terjadi perubahan keseimbangan kekuatan di antara pejabat Amerika Serikat yang ditugaskan untuk melaksanakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengenai Indonesia yang terjadi pada akhir 1958 dan awal 1959. Karena, seperti dikatakan di atas, keseimbangan itu disebabkan oleh pengunduran diri pendukung para pemberontak yang paling kuat dan gigih, yaitu Menteri Luar Negeri John Foster Dulles, dari perannya sebagai pembuat kebijakan tersebut. Sekalipun menjadi pendukung kuat kebijakan Dulles mengenai Indonesia, Eisenhower semakin terlibat dengan Kruschev dalam menghadapi krisis di Jerman dan sikap RRC yang tetap membahayakan Taiwan. Wakil Menteri Luar Negeri Christian Herter yang sejak itu semakin sering menandatangani telegram sebagai ‘pejabat menteri luar negeri’ hingga April 1959, secara resmi menggantikan kedudukan Dulles sebagai menteri luar negeri hanya lima minggu sebelum Dulles meninggal. Karena sebelumnya tidak terlalu terlibat dalam kebijakan mengenai Indonesia dan tampaknya tidak banyak mengetahui mengenai hal itu, Herter lebih banyak terlibat dengan masalah-masalah yang terjadi di Eropa dan jelas tidak mempunyai hubungan yang mendalam dengan para pemberontak yang dapat membuatnya terus mendukung mereka. Allen Dulles, direktur CIA, tentu saja sangat banyak mendukung para pemberontak dan hanya CIA-lah yang tampaknya masih tetap memelihara hubungan yang sangat lemah dengan para pemberontak dan mempertahankannya, sekurangnya dengan terus mengirimkan persenjataan dan amunisi dalam jumlah sangat kecil. Tetapi, betapapun besarnya loyalitas dan tanggung jawab atas ‘aset’ Amerika Serikat di Sumatra dan Sulawesi, tanpa saudaranya Allen Dulles nampak banyak kehilangan pengaruh berkenaan dengan kebijakan pemerintah mengenai Indonesia. Dan, setelah John Foster Dulles mengundurkan diri dari jabatan pembuat kebijakan mengenai Indonesia, pengaruh Duta Besar Jones dan para sekutunya di Pentagon semakin meningkat dan pada akhir 1958 pengaruhnya menjadi kuat.
Mengenai desakan Soviet yang sebelumnya ditolak oleh Jakarta karena khawatir bantuan militer dan ekonomi dari Amerika Serikat akan dikurangi, Duta Besar Jones mengatakan. “Karena yakin kami menolak permintaan mereka, akhirnya pemerintah Indonesia mengambil kesempatan itu dan menerima bantuan dari pemerintah Soviet.” Jones, The Possible Dream, hlm 122. Dewan Keamanan Nasional memperkirakan selama 1957-1958 perjanjian bantuan non militer dari blok Soviet (kredit modal untuk membayar peralatan, makanan, dan teknisi) ‘sebagian besar merupakan kredit lunak’, berjumlah 194 juta dolar ‘dengan penawaran jumlah tambahan yang masih dirundingkan’. Dewan memperkirakan jumlah bantuan Amerika Serikat (1950 hingga 30 Juni 1958) hampir seluruhnya disediakan untuk tahun fiskal 1957-1958 sebesar 276,9 juta dolar, terdiri atas 61,4 juta dolar dalam bentuk hibah, 118,8 juta dolar dalam bentuk kredit, dan 96,7 juta dolar dalam bentuk penjualan PL-480 (produk-produk pertanian Amerika Serikat) (dibayar dengan rupiah, 80 persen diantaranya berupa pinjaman untuk pembangunan ekonomi Indonesia). “Financial Appendix” dalam “US Policy Towards Indonesia,” Dewan Keamanan Nasional 5901, 16 Januari 1959, hlm 30, 32 (Perpustakaan Dwight D. Eisenhower).
Satu-satunya perkecualian diantara sekutu Amerika Serikat hanya Belgia dan jumlahnya tidak banyak. Memorandum: Usaha Indonesia memperoleh persenjataan, Dr. Richard K. Stuart kepada J. Gordon Mein, 8 September 1959, hlm 3-4 (756D.561/9-859). Dari antara transaksi yang dibuat pada 1958, 120.203.400 dolar dilakukan dengan Polandia, 45.179.600 dolar dengan Cekoslowakia, dan 20.925.900 dolar dengan Yugoslavia. Transaksi dengan Swiss seluruhnya berjumlah 4.090.900 dolar dan dengan Belgia 1.321.700 dolar; ibid, hlm.2. Pada bagian pertama 199, transaksi dengan Polandia dihentikan, tetapi dengan Cekoslowakia berjumlah 5.687.408 dolar dan dengan Yugoslavia berjumlah 23.375.800 dolar. Perhitungan dari Departemen Luar Negeri menunjukkan adanya transaksi langsung dengan USSR sendiri sampai Juli-Agustus 1959 yang seluruhnya berjumlah 5.000.000 dolar; ibid, hlm.2
Departemen Luar Negeri AS tidak mencatat adanya transaksi dengan Inggris dan Jerman Barat selama bagian pertama 1958, tetapi selama paruh kedua 1958 dan paruh pertama 1959 jumlahnya masing-masing adalah 28.961.200 dolar dan 35.747.800 dolar. Dewan Keamanan Nasional, Lampiran Keuangan kepada NSC 5901, “US Policy Towards Indonesia”, 16 Januari 1959, hlm.24. Para perunding Amerika Serikat diberi hak untuk menerima persyaratan pembayaran kembali dalam rupiah, tetapi hanya 15 persen dari jumlah dalam dolar.
Departemen Luar Negeri kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta (No. 1401), 4 Februari 1959, dan Jakarta kepada Menteri Luar Negeri 2515, 13 Februari 1959 (756D.56/2-459, 756D.00 (W)-2-1259). Lihat juga Robertson kepada Menteri Luar Negeri (Herter) melalui Dillon: “Additional Military Assistance to the Indonesian Army”, 9 Januari 1959; dan Memorandum Pembicaraan “Military Assistance to Indonesia”, Malcolm Booker, Kedutaan Besar Australia, dan John Gordon Mein, direktur urusan Pasifik Barat Daya, 4 Februari 1959 (756D.5-MSP1-959, 2-459)> Pada 8 November 1958, Duta Besar Indonesia untuk AS di Washington mendapat jaminan bahwa pesawat terbang militer yang dipesan pemerintah Indonesia seluruhnya atau sebagian akan didasarkan atas kesepakatan ‘pemerintah dengan pemerintah’ dan oleh karenanya tidak melalui cara pembelian biasa. Memorandum: “Possible Sale of US Government Surplus F-51 and B-25 Aircraft”, dari John Gordon Mein kepada Asisten Menteri Luar Negeri Robertson, 8 Januari 1959).
Dewan Keamanan Nasional, Lampiran Keuangan kepada NSC 5901, “US Policy Towards Indonesia”, 16 Januari 1959, hlm. 22. Tambahan lagi, sekalipun kenyataannya biaya peralatan tersebut tampak tidak seberapa menurut dalam pandangan pemerintah pusat di Jakarta, tetapi biaya itu juga mencakup “perbaikan dan rehabilitasi” peralatan tersebut dan juga “pengemasan, pengepakan, pengiriman dan biaya pelatihan.”
2.2. Kejayaan Militer Indonesia tahun 1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika dan Uni Soviet
Tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan tangan untuk bekerjasama dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat meletusnya provokasi madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun meletus, sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan oleh campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
Amerika Serikat , yang telah mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara (KTN), berhasil menggiring Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB), yang melahirkan sebuah pengakuan formal akan kemerdekaan Indonesia, tetapi melanjutkan kolonialisme terselubung di negeri ini.
Pada tanggal 6 September 1950, seorang tokoh sangat kuat di Masyumi, Natsir, telah memimpin pemerintahan, dan membagi kekuasaannya dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), tetapi menutup pintu untuk golongan kiri.
Karena lebih berorientasi kepada Barat, maka pemerintahan ini sangat anti kepada blok lawannya, yaitu golongan anti-imperialis atau kubu sosialis. Sehingga, kendati Soviet telah mengulurkan tangan untuk kerjasama dengan Negara baru ini, tetapi pemerintahan Natsir terlihat ragu untuk menerimanya.
Setelah Natsir berakhir, kekuasaan dialihkan kepada seorang mitranya yang tidak kalah anti-kirinya, yaitu Sukiman, yang memegang kekuasaan sejak Maret 1951. Meskipun Sukiman menggeser politik luar negeri Indonesia semakin menjauh dari Belanda, namun semakin kelihatan merapat dengan AS, imperialis lainnya yang tak kalah kejamnya.
Pada bulan Februari 1952, tanpa sepengetahuan parlemen, pemerintahan ini telah menandatangi perjanjian “Jaminan Keamanan Bersama” dengan AS, yang telah mengesahkan bantuan militer AS untuk Indonesia. Sukiman berakhir pada tahun 1952 dan kemudian digantikan oleh tokoh PNI, Wilopo, yang sedikit banyaknya telah merubah haluan politik luar negeri Indonesia. Meskipun pemerintah baru ini masih bersedia menerima bantuan ekonomi dan teknis dari AS, tetapi telah bersikap kritis terhadap Negara adidaya itu.
Imbangan kekuatan makin cepat bergesernya ketika Ali Sastroamidjoyo, salah satu tokoh penting PNI, menjadi perdana menteri. Pada tahun 1953, Indonesia telah mengirim dubesnya yang pertama ke Peking, dan, pada tahun 1954, telah terjadi tukar-menukar dubes antara Indonesia-USSR. Pergeseran ini juga tercermin dalam politik internasionalnya, dimana Indonesia telah mengeritik perang Korea, dan menolak untuk bergabung dengan fakta militer bentukan AS dan sekutunya, SEATO. Menlu AS saat itu, John Foster Dulles, menyebut perubahan sikap Indonesia ini sebagai “politik amoral”.
Pada tahun 1956, dalam suasana perjuangan mengembalikan Irian barat ke pangkuan ibu pertiwi, Bung Karno telah memulai kunjungan ke beberapa Negara, diantaranya, AS, USSR, dan Tiongkok. Meskipun kunjungannya ke AS mendapat sambutan hangat dan berpidato di beberapa tempat di negeri itu, namun penguasa AS kelihatannya memihak kepada Belanda terkait persoalan Irian Barat.
Ketika berkunjung ke USSR, Bung Karno tidak hanya menemukan sebuah suasana yang hangat, tetapi juga dukungan dari Soviet terkait perjuangan nasionalnya. Kedua Negara sepakat menjalin kerjasama, dimana Soviet mengucurkan dana sebesar 100 juta USD.
2.3 Peranan Soviet untuk merebut pasokan persenjataan Amerika ke Indonesia
Pada tahun 1961, dalam sebuah pidatonya di Moskow, Bung Karno telah menandaskan bahwa Asia-Afrika mengarahkan mukanya kepada Soviet karena mengetahui bahwa negeri ini menghendaki kebebasan seluruh bangsa yang telah memproklamasikan kemerdekaannya, dan menyebut Soviet sebagai “mercusuar” dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Sebelumnya, November 1959, satu gugus kapal perang Soviet telah singgah di Jakarta, dan angkatan lau Indonesia membalas kunjungan ini pada tahun 1961. Tahun 1962 telah berdiri konsulat Soviet di beberapa kota, diantaranya, Surabaya, Banjarmasin, dan Medan. Dalam persoalan Irian Barat, Soviet sangat tegas memihak perjuangan rakyat Indonesia, yang digambarkannya sebagai perjuangan untuk melikuidasi segala bentuk kolonialisme.
Terkait bantuan Soviet dalam membina AURI da ALRI saat perjuangan merebut Irian Barat, Laksamana Martadinata mengatakan, “Uni-soviet adalah satu-satunya Negara-negara yang siap membantu Indonesia dengan syarat-syarat yang dapat diterima Indonesia.”
Di bidang militer, yang menjadi inti pembicaraan artikel ini, Uni Soviet memberikan kepada Indonesia bantuan militer yang tidak ada bandingannya. Ribuan orang militer Indonesia diajari oleh instruktur-instruktur Soviet. Soviet memberikan bantuan sangat besar dalam membangun armada laut dan angkatan udara Indonesia, yang nilainya mencapai 2,5 milyar USD. Seperti dicatat Dubes Soviet saat ini,  Alexander A Ivanov, ketika Indonesia sibuk menghadapi provokasi Belanda, negerinya pernah memberikan bantuan 17 kapal perang bagi Angkatan Laut (AL) Indonesia.
Untuk angkatan perang laut, Indonesia pernah punya satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia saat itu, buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Inilah KRI Irian, sebuah kapal perang yang memiliki bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Bandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1.600 ton.
Angkatan udara, angkatan perang Indonesia menjadi armada udara paling ditakuti di seluruh dunia. Indonesia dikabarkan memiliki ratusan pesawat tempur canggih, yaitu 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat supersonic MiG-19.
Pesawat MiG-21 Fishbed (Mikoyan-Gurevich MiG-21), buatan ilmuwan Soviet, adalah salah satu pesawat supersonic paling canggih jaman itu, bahkan mengalahkan pesawat tercanggih yang dipunyai AS; pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.
Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Madiun. Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, yang memiliki penembak peluru kendali, plus 2 kapal sebagai pasokan suku cadang.  Kesemuanya pensiun begitu Soekarno jatuh, sedangkan satu buah dijadikan museum disurabaya.
Indonesia juga punya puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Jika ditotalkan seluruhnya, maka Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Senjata mesin AK-47, senjata buatan Soviet yang sangat populer pada jamannya, juga pernah dipergunakan oleh angkatan perang Indonesia di era Bung Karno.
Angkatan perang inilah, ditambah dengan para sukarelawan rakyat, berhasil mengepung dan membuat gemetar Malaysia selama “68 hari”, padahal Malaysia didukung sepenuhnya oleh pasukan Inggris, Selandia Baru dan Australia. Karena kuatnya gempuran Indonesia saat itu, Inggris harus mengirimkan sejumlah kapal perang, termasuk beberapa kapal induk, untuk mempertahankan Malaysia. Tidak hanya itu, Royal Air Force harus mengirim skuadron pesawat tempur dalam jumlah besar untuk mengatasi gempuran Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Meskipun, karena perseteruan Sino-Soviet, pihak Soviet akhirnya kurang mendukung politik Bung Karno untuk mengganyang Malaysia. Soviet menyebut tindakan Bung Karno itu sebagai politik “mengisolasi diri”. Namun, sebagian pihak menganggap, bahwa sikap Soviet ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan baru mereka; koeksistensi damai.
Situasi-situasi setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan formal tahun 1949, dibandingkan dengan situasi di hari-hari revolusi, tidaklah menunjukkan kehidupan normal dari ancaman musuh. Di satu sisi, bangsa Indonesia harus berjalan terus dengan revolusinya yang memang belum selesai, sementara, pada pihak lain, gangguan dan rintangan menghalangi republik baru ini untuk menuntaskan revolusinya.
Tidak terhitung berapa banyak provokasi dan kekacauan yang sengaja dilakukan oleh imperialisme dan kekuatan pendukungnya di dalam negeri. Begitu sulitnya perjuangan melewati keadaan-keadaan itu, sehingga Bung Karno menamainya sebagai “tahap survive”. “Pukulan-pukulan apapun jang djatuh diatas tubuh kita dimasa jang lampau, – pukulan-pukulan apapun jang mungkin telah merebuk-redamkan menghantjur-leburkan bangsa-bangsa lain jang kurang kuat – kita tetap berdiri, kita tetap hidup, kita tetap survive”, demikian dikatakan Bung Karno menggambarkan kehidupan sulit tersebut. Dalam perjuangan tahap survive itu, yang diantaranya melawan berbagai gerakan separatis dan intervensi militer negeri-negeri imperialis, keberadaan angkatan perang telah memainkan peranan yang penting.
Sebagai bangsa yang baru saja terbangun dari keterpurukan kolonialisme selama ratusan tahun, bangsa Indonesia perlu dibangunkan kepercayaan dirinya dan diperkuat mentalnya, salah satunya, melalui pembangunan angkatan perang itu, harus pula dicatat bahwa dalam berbagai peperangan dan konfrontasi, Indonesia tidak hanya menonjolkan kekuatan angkatan perangnya, tetapi juga memperlihatkan mobilisasi dari sukarelawan-sukarelawan rakyatnya.
Dan, pada kenyataannya, Soviet tidak hanya punya andil dalam memperkuat angkatan perang Indonesia saat itu, tetapi juga membantu dalam proyek-proyek pembangunan, seperti jalan raya, pembangunan gedung-gedung dan arsitekturnya, industri, dan lain sebagainya. Krakatau Steel, salah satu industri baja terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, adalah hasil kerjasama dengan Soviet, dimana negerinya Lenin itu mengucurkan dana 100 juta USD untuk membangun industri baja tersebut.
Setelah angkatan perang dibina oleh rejim-rejim yang ‘jinak” pada AS, maka angkatan perang Indonesia pun tak lagi disegani oleh dunia. Angkatan perang Indonesia hanya mempunyai 114 unit kapal perang, 10 pesawat Sukhoi, 67 unit pesawat tempur, dan enam buah pangkalan pesawat militer.
Bandingkan dengan Korea Utara, negeri kecil yang tidak pernah bisa digertak AS, memiliki  pesawat pembom sekitar 80 buah, Jet tempur 440, pesawat transportasi 215,  Helikopter sebanyak 302. Angkatan Laut Korea Utara memiliki 63 kapal selam, frigat 3, dan kapal Amphibi sejumlah 261.
Meskipun begitu, sehebat apapun sebuah angkatan perang, tapi kalau tidak dilandasi oleh sebuah semangat atau patriotisme, maka itu tidak ada gunanya. Napoleon Bonaparte pernah berkata; “Hanya ada dua kekuatan di dunia ini; pedang dan semangat.”
Sebelum revolusi Agustus 1945 hingga menjelang provokasi Madiun 1948, Soviet banyak menyokong perjuangan rakyat Indonesia, bukan hanya dalam sokongan politik tetapi juga bantuan material. Sementara itu pembelaan yang dilakukan oleh Dmitri Manuilski dan Andrei Wsjinski atas kemerdekaan Indonesia di arena PBB, membikin nama Republik sovyet Sosialis Ukrainia dan Uni Republik-republik Soviet Sosialis umumnya harum sekali di Indonesia.
Di tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan tangan untuk bekerjasama dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat meletusnya provokasi madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun meletus, sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan oleh campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
AS, yang telah mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara (KTN), berhasil menggiring Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB), yang melahirkan sebuah pengakuan formal akan kemerdekaan Indonesia, tetapi melanjutkan kolonialisme terselubung di negeri ini.
Meskipun begitu, sehebat apapun sebuah angkatan perang, tapi kalau tidak dilandasi oleh sebuah semangat atau patriotisme, maka itu tidak ada gunanya. Napoleon Bonaparte pernah berkata; “Hanya ada dua kekuatan di dunia ini; pedang dan semangat.”

2.4 Diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap Indonesia
2.4.1 Penyebab Diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap Indonesia
Di dalam dunia politik internasional embargo adalah pelarangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara. Mengapa Amerika Serikat memberlakukan embargo militer terhadap Indonesia? Pada tahun 1991 di Dili Timor Timur terjadi kerusuhan dimana terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia di dili Timor Leste yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. Kemudian pada waktu presiden Republik Indonesia yang ke 3 yaitu bapak Bacharuddin Jusuf Habibie di tambahkan lagi soal pelanggaran Hak Asasi Manusia tahun 1998 . Pada tahun itu pun Kinerja pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dalam pemajuan dan penegakan Hak Asasi Manusia kurang memuaskan bahkan sangat buruk . Baik dalam kerangka pemenuhan hak - hak ekonomi , social , dan budaya ( economic , sosical and cultural rights ) Maupun dalam kerangka pemenuhan hak – hak sipil dan politik ( civil and political rights ) .Zaman Presiden Bapak Soeharto dengan zaman Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie tidak jauh berbeda karena sama – sama tidak memenuhi dan kurang menghargai Hak Asasi Manusia atau HAM. Amerika Serikat langsung memberlakukan embargo kepada Indonesia karena Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia.Amerika Serikat menganggap pelanggaran.Pada dasarnya embargo di keluarkan oleh beberapa Negara terhadap Negara lain untuk membuat atau menyulitkan pemerintah Negara tersebut dalam keadaan internal yang sulit dan ekonomi negara tersebut akan mengalami kesulitan juga.Embargo sering sekali atau biasa di gunakan oleh beberapa Negara sebagai hukuman politik bagi suatu Negara yang melanggar kesepakatan, perjanjian atau kebijakan. Hak Asasi Manusia dalam dunia internasional sebagai isu yang krusial.Oleh sebab itu Amerika Serikat kerap memberikan beberapa sangsi atas terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan di Negara-negara dunia.Tujuan dari embargo ini adalah agar membuat Indonesia tidak melanggara Hak Asasi Manusia kembali atau biasa disebut deterent effect (efek jera).
2.4.2 Pelaksanaan embargo militer oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia
Dalam menerapkan embargo militer terhadap Indonesia, Amerika Serikat memberikan beberapa peraturan tentang bagaimana implementasi embargo yang dilkukan Amerika Serikat di bidang militer. Embargo militer yang dijalankan Amerika Serikat menerapkan bahwa pemerintahan Amerika Serikat menghentikan pasokan senjata dan bantuan militernya ke Indonesia.Pada tahun 1991 Amerika mulai mengembargo Indonesia karena melanggar Hak Asasi Manusia di Timor-Timur. Penghentian pasokan perlengkapan militer seperti persenjataan, pesawat tempur, tank dan juga peluru kendali dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia.
2.4.3 Dampak yang dirasakan Indonesia akibat pelaksanaan embargo militer Amerika Serikat terhadap Indonesia
Sebagai Negara yang masih memiliki kekurangan di bidang pertahanan, Indonesia mengalami dampak yang cukup signifikan atas diberlakukannya embargo militer Amerika Serikat. Kurangnya pasokan peralatan tempur membuat Kopassus mencari dan melakukan upaya agar embargo tersebut dapat dihentikan sehingga Kopassus dapat memperbaiki kepercayaan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Sebenarnya, Indonesia tidak hanya bergantung kepada bantuan Amerika Serikat dalam memperoleh bantuan kemiliteran. negara-negara lain seperti Rusia dan Inggris masih memberikan bantuan dan penjualan perlengkapan militernya kepada Indonesia.Saat negara kita yaitu Republik Indonesia di embargo oleh negara adikuasa yaitu Amerika Serikat negara kita benar-benar kerepotan dalam menghadapi masalah pertahanan misalnya dalam sengketa perbatasan negara kita tercinta ini dilecehkan oleh negara-negara tetangga kita. Armada kapal laut Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut tidak berdaya dan tidak bisa menjaga keamanan wilayah-wilayah laut secara aman dan benar atau intensif. Kasus lain yang terjadi adalah meraknya pencurian hasil kekayaan laut di laut wilayah negara kita tercinta.Lalu kita pun tidak bisa (tidak kuat) atau tidak mampu secara efektif menjaga dan mengawal dari ancaman dan gangguan para bajak laut yang ingin mengacau. Penyulundupan dan penerobosan yang melanggar hukum di negara kita ini terus berlanjut dan tidak dapat kita hindarkan lagi. Kemudian di udara pun terjadi hal yang serupa, kita pun sulit atau tidak mampu mencegah dan melarang pesawat-pesawat asing yang melintasi wilayah negara kita ini. Banyak sekali pesawat-pesawat asing yang ingin mengacau di negara kita. Hal yang lebih parah lagi salah satu dari pesawat itu mencoba mempermainkan pasukan Tentara Nasional Indonesia dengan cara mereka berpura-pura menerobos perbatasan kita saat kita mulai siap menembak mereka kembali pergi kenegaranya lagi. Yang membuat kita sedih lagi adalah ketika bencana tsunami dating melanda aceh pada tahun 2005. Benar-benar kita tidak punya alat pengangkut berukuran besar dan siap pakai (cepet gerak). Kalau pun ada alat-alat pengangkut berukuran besar itu ada tapi terpencar di setiap daerah di Indonesia dan daerah tersebut juga membutuhkannya. Negara kita benar-benar kesulitan tanpa alat-alat militer yang mendukung untuk keperluan dalam negeri atau kepentingan dalam negeri. Di bandingkan negara-negara tetangga ternyata alat-alat militer milik kita (Indonesia) ternyata tidak ada apa-apanya bahkan kita ketinggalan dari negara-negara tetangga kita untuk perang, mempertahankan negara, dan untuk bencana alam sekalipun kita sudah tidak bias apa-apa lagi.

2.4.4 Proses negosiasi untuk mengupayakan pencabutan embargo miter Amerika Serikat terhadap Indonesia
Akhirnya pada November 2005 Amerika Serikat mencabut embargo senjata yang di tujukan kepada Indonesia pada tahun 1992 karena kasus Hak Asasi Manusia atau HAM di Dili Timor Timur . Dari sumber yang di dapat penulis Alasan Amerika Serikat mencabut embargo itu karena Indonesia punya peran strategis dalam Asia Tenggara dan wakil dari dunia islam juga. Dengan pencabutan embargo ini negara kita sangat menyambut dengan senang dan gembira . Dalam hal ini terbukalah kembali hubungan yang baik anatara kita Indonesia dengan mereka Amerika Serikat . Tentara Nasional Indonesia kita atau TNI dapat memperbaharui senjata – senjatanya dan peralatan – peralatan perang yang lain agar bisa dengan sigap dan mantap dalam menjaga keamanan negara baik perbatasan maupun keamanan dari serangan negara lain. Persoalan pertahanan dan keamanan pun sudah mulai bisa di atasi . Para Pasukan – pasukan , perwira – perwira Tentara Nasional Indonesia dapat melakukan latihan bersama dengan tentara- tentara militer Amerika Serikat . Para Tentara Nasional Indonesia akan semakin mantap dan kuat dalam menjaga pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) . Tetapi meskipun embargo sudah di cabut kita harus tetap membangun diri kita sendiri agar dapat berdiri sendiri dan maju tanpa bantuan dari Amreika Serikat. Kita juga harus menjalin kerjasama dengan Rusia dan China karena saat ini mereka juga pemasok senjata terbesar . Indonesia juga harus membuat strategi untuk mereformasi sector keamanan yang telah terjadi sejak 1998 . Reformasi keamanan adalah salah satu cara agar negara kita dapat membangun kembali pertahanan yang kuat dan dapat diandalkan untuk pertahanan Indonesia di masa depan nanti . Membangun kemandirian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pertahanan nasional adalah hal utama dan dilakukan pembangunan industri pertahanan yang tangguh . Untuk itu perlu ada komitmen politik pemerintah untuk menyediakan ide-ide atau solusi –solusi agar negara kita tidak lagi menjadi pembeli utama senjata – senjata perang tetapi sudah harus bisa menjadi salah satu pemasok senjata – senjata perang di dunia . Pemerintah Indonesia pada saat ini sedang melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat dalam hal latihan bersama Komando Pasukan Khusus atau KOPASSUS dengan militer Amerika Serikat . Pencabutan Embargo yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Indonesia oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat . tetapi sejumlah anggota komisi 1 DPR menyarankan agar pemerintah berhati – hati terhadap pencabutan embargo Amerika Serikat terhadap Indonesia bahwa pencabutan embargo ini adalah bentuk ke khawatiran pemerintah Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia karena takut akan hilangnya pasar produk militernya di Indonesia . Pemerintah sedang mengusahakan kerjasama agar KOPASSUS dapat berlatih di Amerika tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan . Menurut Amerika Serikat mereka belum sepenuhnya mencabut embargo terhadap Indonesia tetapi Amerika malah menawarkan Pesawat F – 16 dan beberapa senjata militer canggih lainnya kepada Indonesia . Menurut menteri perthanan meskipun KOPASSUS Komando Pasukan Khusus tidak berlatih di Amerika tetapi mereka tetap tangguh karena mereka juga berlatih bersama dengan Cina , Korea Selatan , dan , Rusia . Mekipun begitu KOPASSUS tetap memiliki persenjataan canggih karena adanya Cina dan Rusia yang memasok senjata kepada Indonesia . Kedatangan Presiden Amerika Barrack Obama ke Indonesia itu juga untuk membahas soal embargo ini .Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono juga berusaha bersama para menteri agar Amerika Serikat bisa bersahabat baik dan berhubungan baik kemudian terciptanya kerjasama antara kedua belah negara . Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sangat menyayangkan bahwa KOPASSUS belum bisa latihan bersama dengan militer Amerika Serikat . Tetapi dengan kedatangan Obama ini mungkin saja bisa terjadi latihan bersama antara KOPASSUS Komando Pasukan Khusus dengan Militer Amerika Serikat . Meskipun KOPASSUS belum latihan bersama dengan militer Amerika Serikat KOPASSUS tetap menjadi salah satu dari 3 tentara terkuat di dunia mengingat prestasi KOPASSUS yang sangat hebat dan peralatan canggih milik mereka . Ini juga salah satu prestasi buat negara Indonesia meskipun tidak ada bantuan dari Amerika Serikat KOPASSUS tetap menjadi pasukan terbaik .








BAB III PENUTUP

3.1  Simpulan
Dari Pemamaparan di atas kita memang membutuhkan bantuan Amerika Serikat dalam pemasokan senjata kita sangat kesulitan saat di embargo tetapi meskipun begitu kita tetap bisa menghadapi kesulitan tersebut dengan di bantu beberapa negara besar dan mulai dari sekarang kita harus bisa memajukan pertahanan negara kita tanpa di bantu Amerika Serikat atau pun negara – negara lain . Kita harus bisa berdiri sendiri dan menuju kejayaan
Indonesia dan Amerika Serikat terikat pada comprehensive partnership yang disepakati pemimpin kedua negeri, termasuk di dalamnya kemitraan dalam bidang pertahanan. Terkait dengan hal tersebut, realisasi dari kemitraan di bidang pertahanan antara lain adalah bantuan Washington kepada Jakarta yang sesuai dengan kebutuhan Jakarta. Bantuan seperti itu akan menunjukkan kesungguhan dan ketulusan Amerika Serikat kepada Indonesia dalam rangka menciptakan stabilitas kawasan.
Misalnya soal kerjasama tentang Laut Cina Selatan. Apabila Washington ingin membantu Jakarta, salah satu bentuknya adalah pengadaan sistem senjata Angkatan Laut yang mampu beroperasi di sana. Kalau yang diberikan adalah kapal patroli cepat, itu tindakan yang meningkatkan kemampuan kekuatan laut Indonesia untuk hadir di perairan itu.
Di sisi lain, Indonesia harus cermat dalam mengkaji proposal bantuan yang hendak diajukan kepada Amerika Serikat. Jangan sampai proposal bantuan dari Amerika Serikat langsung diaminkan saja tanpa pembahasan lebih lanjut, termasuk misalnya di mana sistem senjata itu akan dioperasikan. Kadang kala, kelemahan Indonesia adalah tidak mengkaji secara matang tawaran bantuan yang disodorkan oleh pihak asing, sehingga kemudian mengalami kesulitan ketika sudah dioperasionalkan.
Bantuan Amerika Serikat hendaknya berupa kemudahan mengakses teknologi sensitif yang dipunyai negeri itu. Misalnya Indonesia bisa membeli rudal jelajah Angkatan Laut yang di dalamnya mempunyai subkomponen buatan Washington, meskipun rudal itu keluaran Eropa. Bentuk bantuan bisa pula mengoptimalkan kerjasama intelijen secara rutin dan tidak lagi hanya bersifat satu arah yaitu berdasarkan kebutuhan Washington belaka.
Bantuan militer Amerika Serikat kepada Indonesia merupakan keniscayaan dalam kemitraan kedua negara. Hanya saja perlu ketulusan kerjasama kedua belah pihak. Isu ini yang perlu diperkuat oleh Washington dan Jakarta.














DAFTAR PUSTAKA
amerika uas/Inilah Kekuatan Raksasa Militer Indonesia pada Tahun 1960 _ Kumpulan Artikel Perang.htm
amerika uas/Kejayaan Angkatan Perang Indonesia Pada Masa Bung Karno%C2%A0_%C2%A0Berdikari Online.htm
/Embargo_Senjata_AS_Sulit_Ditembus.pdf


Selasa, 10 Juni 2014
Posted by Unknown

Popular Post

- Copyright © 2013 Dhevy Ratnasari Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan | Distributed by Rocking Templates -