Archive for 2014
Tugas UAS Sejarah Amerika
KETERLIBATAN AMERIKA DALAM
PEMBANGUNAN INDONESIA
“Pengaruh Pemberian bantuan Amerika terhadap Perkembangan
Militer Indonesia tahun (1959-1998)”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Sejarah Amerika
Disusun Oleh:
Dhevy
Ratna Sari 120210302095
Kelas
B
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT , berkat
limpahan karunia – Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Pengaruh Amerika dalam Pembangunan
Indonesia. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester materi kuliah Sejarah
Amerika.
Di era
globalisasi ini, era yang penuh persaingan, baik persaingan lokal, nasional dan
global. Oleh karena itu kita harus membekali diri untuk menghadapi persaingan
tersebut. Bekal ilmu pengetahuan saja tidak cukup karena dalam era globalisasi
sekarang ini sistem kerja tidak hanya mengandalkan individu, tetapi juga
jaringan kerjasama dengan pihak -pihak lain. Oleh karena itu, kemampuan
berkomunikasi sangat dibutuhkan.
Makalah
ini dibuat untuk memberikan arahan dan tuntutan kepada pembaca agar mampu
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Dengan makalah ini, diharapkan
pembaca dapat belajar secara aktif dan kreatif dan mampu mengetahui pentingnya
belajar Sejarah
Amerika, khususnya mengenai Pengaruh Amerika dalam pembangunan Indonesia. Terakhir, ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya
pembuatan makalah ini. Selain itu, kami pun mengucapakan terima kasih kepada
Dosen Pengampu Sejarah Amerika
Serikat yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat membantu pembaca untuk
lebih berkompeten dalam komunikasi memberikan kontribusi pada peningkatan
kualitas pembelajaran materi Sejarah Amerika.
Jember, 6 Juni 2014
Penulis,
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada
zaman Bung Karno dan Kennedy Indonesia dan
Amerika Serikat berhubungan baik.Tetapi ketika Nixon naik hubungan Inonesia dan
Amerika Serikat merenggang dan adanya ideologi yang berbeda,maka Indonesia
berpaling terhadap blok timur yang dipimpin Uni Soviet. Mulai saat itu
Indonesia menggunakan alat-alat perang dari Uni Soviet. Tetapi pada zaman
Presiden Republik Indonesia yang ke 2 yaitu Bapak Soeharto membuka kembali
hubungan dengan Amerika Serikat dan dipersejatailah Tentara Nasonal Indonesia
oleh Amerika Serikat. Tentara Nasional Indonesia semakin kuat dan semakin maju
dalam hal militer karena di bantu dengan persenjataan Amerika serikat dari
pemberian kapal – kapal perang , senjata perang ,hingga pesawat tempur.Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut Angkatan Darat termasuk KOPASSUS dan Angkatan
Udara yang menggunakan persenjataan dari Amerika Serikat semakin kuat hingga
diadakannya latihan gabungan atau latihan bersama antara tentara Amerika
Serikat dan Tentara Republik Indonesia hingga masalah kawasan regional.
Indonesia
menjadi konsen di mata Amerika Serikat karena di Indonesia yang pernduduk lebih
dari 200 juta orang lebih tersebut semakin mempercayai kekuatan absolute
Amerika Serikat. Pada dekade tahun 80an Kopassus sebagai Komando pasukan khusus yang
awalnya bernama RPKAD dan KOPASANDHA diberikan persenjataan oleh Amerika
Serikat. Kemudian terjadi kerusuhan Dili, Timor Timur November
1991 Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan menghentikan pasokan alat
pertahanan ke Indonesia atau di dunia politik internasional di sebut embargo.
Kebijakan embargo ini dilakukan karena Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia.
Hak-hak
yang telah dipunyai setiap orang atau seseorang sejak ia masih di dalam
kandungan dan itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi
Manusia berlaku secara universal. Dasar – dasar Hak Asasi Manusia atau HAM
tercantum atau tertuang di dalam deklarasi Amerika Serikat ( declaration of
independence of USA ) . Contoh-contoh Hak Asasi Manusia adalah pertama Hak
untuk hidup, kedua hak untuk memperoleh pendidikan, ketiga hak untuk hidup
bersama-sama seperti orang lain , keempat hak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama, kelima hak untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Amerika Serikat Indonesia
telah melanggar kelima hak - hak tersebut. Kebijakan embargo militer Amerika
Serikat terhadap Indonesia pasca jajak pendapat Timor Timur tahun1999.
Sejak
1990an pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh militer Indonesia di Timor
Timur dan dari situ mulai diketahui Indonesia di bantu negara asing dan
terlibat dalam berbagai aksi. Memasuki tahun 2001 ternyata embargo militer
Amerika Serikat masih belum berakhir atau belum di cabut. Tetapi mulai 2001 ini
hubungan Amerika Serikat dan Republik Indonesia sempat membaik karena Presiden
Amerika George W Bush memberikan dana sebesar 400 juta dollar Amerika untuk
mendukung dan membantu pendidikan masyarakat sipil Indonesia di bidang
pertahanan melalui kegiatan perluasan pelatihan dan pendidikan militer
internasional (Expanded Internasional Military Education and Training).
Indonesia
menerima dengan baik. Pada saat di bantu itu negara kita mulai sedikit membaik.
Ternyata negara kita masih butuh bantuan yang lebih agar bias berkembang
menjadi negara maju. Masalah embargo ini sempat membuat negara Indonesia
kewalahan dalam menghadapi pertahanannya. Memang bagi Amerika Serikat masalalah
Hak Asasi Manusia adalah hal yang tabu bagi mereka jadi wajar saja jika mereka
mengembargo kita karena kita melanggar Hak Asasi Manusia. Hal yang menjadi
permasalaan yang diangkat melalui makalah ini adalah bagaimana embargo militer
Amerika Serikat tersebut dapat diupayakan untuk berakhir dengan berbagai upaya
diplomatic yang dilakukan oleh Indonesia. Dalam makalah ini, akan menganalisa
bagaimana embargo militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap
Indonesia memberikan pengaruh terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia serta
bagimana usaha-usaha yang dilakukan agar embargo yang diterapkan Amerika
Serikat ini dapat dicabut dan hubungan Republik Indonesia dengan Amerika
Serikat dapat terjalin dengan baik tanpa ada masalah sedikit pun yang dapat
mengundang konflik antar kedua negara tersebut.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimnankah Bantuan Militer Amerika terhadap
Indonesia tahun 1958 1959?
1.2.2 Bagaimanakah Kejayaan Militer Indonesia tahun
1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika?
1.2.3 Bagaimanakah proses Uni Soviet untuk merebut pasokan persenjataan Amerika ke Indonesia?
1.2.4 Apa penyebab diberlakukannya
embargo militer Amerika terhadap Indonesia?
1.3. Manfaat dan Tujuan
1.3.1.
Mengetahui Bantuan Militer Amerika terhadap Indonesia tahun
1958-1959
1.3.2.
Mengetahui Kejayaan
Militer Indonesia tahun 1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika
1.3.3.
Mengetahui proses Uni
Soviet untuk merebut pasokan persenjataan Amerika ke Indonesia
1.3.4.
Mengetahui diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap
Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Bantuan Militer Amerika terhadap
Indonesia tahun 1958-1959
Indonesia dan Amerika Serikat terikat pada comprehensive
partnership yang disepakati pemimpin kedua negeri, termasuk di dalamnya
kemitraan dalam bidang pertahanan. Terkait dengan hal tersebut, realisasi dari
kemitraan di bidang pertahanan antara lain adalah bantuan Washington kepada
Jakarta yang sesuai dengan kebutuhan Jakarta. Bantuan seperti itu akan
menunjukkan kesungguhan dan ketulusan Amerika Serikat kepada Indonesia dalam
rangka menciptakan stabilitas kawasan.
Misalnya soal kerjasama tentang Laut Cina Selatan. Apabila
Washington ingin membantu Jakarta, salah satu bentuknya adalah pengadaan sistem
senjata Angkatan Laut yang mampu beroperasi di sana. Kalau yang diberikan
adalah kapal patroli cepat, itu tindakan yang meningkatkan kemampuan kekuatan
laut Indonesia untuk hadir di perairan itu.
Di sisi lain, Indonesia harus cermat dalam mengkaji proposal
bantuan yang hendak diajukan kepada Amerika Serikat. Jangan sampai proposal
bantuan dari Amerika Serikat langsung diaminkan saja tanpa pembahasan lebih
lanjut, termasuk misalnya di mana sistem senjata itu akan dioperasikan. Kadang
kala, kelemahan Indonesia adalah tidak mengkaji secara matang tawaran bantuan
yang disodorkan oleh pihak asing, sehingga kemudian mengalami kesulitan ketika
sudah dioperasionalkan.
Bantuan Amerika Serikat hendaknya berupa kemudahan mengakses
teknologi sensitif yang dipunyai negeri itu. Misalnya Indonesia bisa membeli
rudal jelajah Angkatan Laut yang di dalamnya mempunyai subkomponen buatan
Washington, meskipun rudal itu keluaran Eropa. Bentuk bantuan bisa pula
mengoptimalkan kerjasama intelijen secara rutin dan tidak lagi hanya bersifat
satu arah yaitu berdasarkan kebutuhan Washington belaka.
Bantuan militer Amerika Serikat kepada Indonesia merupakan keniscayaan
dalam kemitraan kedua negara. Hanya saja perlu ketulusan kerjasama kedua belah
pihak. Isu ini yang perlu diperkuat oleh Washington dan Jakarta.Kemungkinan
untuk menjembatani perbedaan pendapat yang terus berlanjut dalam pemerintahan Amerika Serikat selama akhir 1958 dan memperkuat
kedudukan mereka dalam mendukung pemberian dukungan yang lebih besar kepada
Indonesia merupakan satu faktor eksternal baru yang meningkatkan kekhawatiran
pemerintah Amerika Serikat atas semakin besarnya jumlah dan makin cepatnya
pengiriman persenjataan oleh blok Soviet ke
Jakarta. Jumlah pengiriman persenjataan Soviet melebihi jumlah yang dikirim
oleh Amerika Serikat pada bulan Agustus dan perbedaan terus berkembang. Faktor
yang memperburuk masalah itu adalah tertundanya perjanjian yang baru disetujui
oleh pemerintah Indonesia mengenai bantuan ekonomi sebesar 100 juta dolar yang
ditawarkan Uni Soviet tiga tahun sebelumnya.
Akhir Desember 1957 Washington menolak permintaan terakhir kali yang
diajukan oleh Nasution untuk membeli sekurangnya pengganti dan suku cadang
persenjataan infanteri dan pesawat terbang buatan Amerika Serikat yang sudah
mulai rusak, sehingga pada Januari 1958 Nasution mulai beralih pada sumber lain
untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Para sekutu Amerika Serikat di Eropa
dan Asia hampir tanpa terkecuali menolak menjual peralatan militer dan suku
cadang kepada pemerintah pusat. Baru setelah Amerika Serikat mengubah kebijakan
mengenai persenjataan dengan memberi bantuan militer sekedarnya seharga 7 juta dolar pada pertengahan Agustus 1958, Inggris,
Jerman Barat dan Italia juga mulai menjual persenjataannya kepada Indonesia Maka, utusan yang dipimpin Kolonel Yani untuk
membeli persenjataan pada bulan-bulan pertama 1958 lebih dulu berpaling pada
blok Soviet, terutama Polandia, Cekoslowakia dan Yugoslavia. Pesanan mereka
seketika itu juga diterima dengan pemberian kredit
ringan. Jumlah pembelian senjata yang dilakukan oleh pemerintah pusat dari
seluruh sumber non-Amerika Serikat, terutama blok Soviet, sangat besar. Pada
tahun 1958 saja pihak intelijen Amerika Serikat memperkirakan jumahnya sebesar
229.395.600 dolar, ditambah dengan 100.456.500 dolar dari Januari hingga
Agustus 1959.
Persenjataan yang
dibeli selama dua periode itu dibagi sebagai berikut: untuk ADRI sebesar
132.412.500 dolar berupa senjata genggam, mortir, artileri, amunisi, 275 buah
tank dan kendaraan berlapis baja, dan 560 buah kendaraan lainnya. Untuk ALRI
sebesar 126.201.700 dolar terdiri atas empat buah kapal perusak; 24 buah kapal
torpedo, pemburu kapal selam dan kapal-kapal patroli; dua buah kapal selam; 18
pesawat terbang; senjata dan mesiu serta suku cadang. Untuk AURI 69.916.200
dolar yang mencakup 50 buah pesawat jet pencegah,
40 buah pesawat jet dan pesawar piston latih, 20 pesawat pengebom, 20 pesawat
pengangkut, 8 helikopter serta meriam-meriam anti serangan udara, peralatan
elektronik dan amunisi.
Kekhawatiran
yang makin meningkat akibat demikian banyaknya bantuan persenjataan yang
diterima Indonesia dari blok Soviet menyebabkan Amerika Serikat pada November 1958 dan terutama pada Januari 1959 mulai
menyalurkan bantuan persenjataan dalam jumlah besar ke Indonesia sebagai upaya mengimbangi
dan menandingi pemberian pemberian bantuan peralatan perang dari blok
Soviet yang telah ditandatangani Yani pada musim semi
1958. Selama masa itu, sekutu Amerika Serikat di Eropa mulai melakukan hal
yang sama sekalipun dalam jumlah yang lebih kecil. Seperti yang diharapkan
pemerintah Eisenhower, membanjirnya persenjataan dari Barat menyebabkan pemerintah
pusat di Jakarta tidak lagi memesan persenjataan dari blok Soviet. Tetapi,
dengan sendirinya berarti pula komitmen Amerika Serikat dengan pemerintah pusat
Indonesia menjadi semakin kuat. Hal mana merugikan pemberontak di Sumatra dan
Sulawesi dengan dampak yang paling merugikan atas harapan terus berlangsungnya
dukungan politik Amerika Serikat. Namun, pengiriman bantuan persenjataan yang
sedemikian besar oleh Amerika Serikat kepada Indonesia dilakukan dengan sangat
rahasia, sehingga pada pemberontak – dan juga kebanyakan anggota Kongres
Amerika Serikat – baru mengetahuinya lama setelah pengiriman itu dilakukan dan
tahap kedua pengiriman baru saja dimulai.
Bantuan
militer tahap kedua kepada pemerintah pusat yang diketahui umum sebesar 14.900.000 dolar dan
disetujui oleh Presiden Eisenhower pada 3 Desember 1958 merupakan pembelian
dalam arti sesungguhnya – sesuai persetujuan konsesi – dengan menggunakan uang Indonesia,
bukan dolar. Pembelian dalam jumlah yang tidak besar itu mencakup peralatan material
untuk melengkapi 20 batalion infanteri, termasuk truk serta peralatan radio,
kapal-kapal kecil untuk ALRI, peralatan untuk satu kompi Marinir, termasik
sebuah mortir 60mm dan pelatihan pilot untuk AURI.
Untuk
masa setelah tahun fiskal 1959-1960 (yaitu pertengahan 1959 hingga pertengahan
1960) pemerintah pusat tidak benar-benar diharapkan melakukan pembayaran
kembali – bahkan dalam mata uang Indonesia. Seperti yang dilaporkan Dewan
Keamanan Nasional, bantuan militer tahap berikutnya (diperkirakan berjumlah 27.900.000
dolar) malah lebih murah lagi karena secara nominal dianggap sebagai pembayaran
kembali. Tetapi, dalam kenyataannya bisa diperlakukan sebagai bantuan uang
dalam rangka Program Bantuan Militer. Bila
dilakukan pembayaran kembali kepada Program Bantuan Militer pun diharapkan
dalam bentuk rupiah dan dalam jumlah yang lebih sedikit dari jumlah sebenarnya.
Namun,
jumlah tersebut di atas bukan terbesar karena tidak termasuk kelebihan
persediaan. Kategori ‘kelebihan’ merupakan sejumlah besar bantuan rahasia yang
tampaknya berkali-kali lebih besar dan tidak dicantumkan dalam buku kas induk
dan dapat dibaca oleh sebagian besar anggota Kongres karena bantuan tersebut
disamarkan dengan baik oleh Pentagon sebagai
‘surplus’ pada bagian peralatan militer. Menyatakan peralatan perang sebagai
‘surplus’ berarti menjadikannya pemberian cuma-cuma. Termasuk di dalamnya
‘surplus 20 buah pesawat F-51 dan suku cadang seberat 50.000 pon’ yang hanya
harus dibayar pemerintah Indonesia sebesar 22.055 dolar untuk pesawat-pesawat
bekas, mungkin tidak lebih besar dari 2 persen dari harga pasaran dunia.
‘Surplus’ 15 buah pesawat B-25 ditawarkan tidak lama sesudah itu berdasarkan
ketentuan ‘antar pemerintah’.
Jumlah
persediaan peralatan militer Amerika Serikat yang sebenarnya diberikan kepada
pemerintah pusat tanpa bayar selama setahun setelah bantuan sekedarnya pada
pertengahan Agustus 1958, ditambah dengan persenjataan yang dibeli dari
negara-negara Barat sekutu Amerika Serikat sampai pertengahan 1959, sudah jauh
melampaui apa yang dibeli dari blok Soviet. Tentu saja sebagai konsekuensi dari
desakan Amerika Serikat dan para sekutunya, selama bagian kedua 1958 dan 1959
‘Indonesia hanya membeli persenjataan dari negara-negara Dunia Bebas’.
Keadaan
itu secara meyakinkan menyebabkan peranan blok Soviet di Indonesia sepanjang
yang menyangkut Angkatan Darat jauh berkurang, tetapi tidak demikian halnya
dengan AURI dan terutama ALRI. Ingatan tentang korban-korban yang mati dan
terluka akibat pengeboman pesawat-pesawat CIA yang dikendalikan pilot Amerika
Serikat dan Taiwan masih sangat segar, sehingga
sulit bagi mereka mengubah kebijakan untuk berpihak kepada Amerika Serikat. Hal
ini terutama terjadi di kalangan ALRI yang kehilangan sebagian besar pasukan
elitnya ketika kapal komandonya dan beberapa kapal lainnya ditenggelamkan oleh
apa yang secara jelas diketahui sebagai kekuatan udara Amerika Serikat. Seperti
dikemukakan sebelumnya, AURI dan ALRI selama beberapa tahun tidak mau terlalu
tergantung pada peralatan dari Amerika Serikat. Tambahan pula, AURI telah
membeli banyak pesawat buatan Soviet selama bagian pertama 1958 ditambah dengan
pelatihan pilot dan awak darat, dan sebenarnya hanya pemberian pesawat secara
gratis oleh Amerika Serikat yang menyebabkan AURI kemudian menambah jumlah
pembelian pesawat dan pelatihan dari Amerika Serikat. Dan sekalipun membeli
sejumlah kapal dari Eropa Barat, ALRI menolak keras mengadakan hubungan dekat
dengan Amerika Serikat. Maka, dalam sebuah memorandum internal Amerika Serikat
tertanggal 8 September 1959 dikatakan. “Kebanyakan
peralatan modern milik ALRI dan AURI berasal dari Blok dan keduanya angkatan
itu harus bergantung pada Blok untuk mempertahankan mutu kerja.
Bila
para pemberontak mengetahui betapa besarnya jumlah peralatan militer yang
diberikan setelah ‘bantuan sekedarnya’ pada bulan Agustus 1958 oleh Amerika
Serikat dan para sekutunya di Eropa kepada pemerintah pusat, barangkali para
pemimpin militer senior mereka akan lebih cepat menyerah – sekalipun masih
tetap menerima sedikit bantuan persenjataan dari Amerika Serikat melalui Taiwan
dan Filipina yang dilaporkan masih disalurkan ke Sulawesi, yaitu kepada Darul
Islam yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar dan Permesta, sedikitnya hingga awal
1961. Tambahan pula, seperti telah dikemukakan di atas, pengiriman persenjataan
dari blok Soviet yang terus dilakukan selama musim gugur 1958 dan awal 1959
memberi dampak pada kebijakan Amerika Serikat yang berbeda dari yang diharapkan
para pemberontak. Amerika Serikat ternyata bukan semakin menekan pemerintah
pusat di Jakarta, tetapi justru semakin mengurangi tekanan dan bersedia
menerima penundaan pemilu, undang-undang investasi luar negeri yang lebih
terbuka, pembatasan rapat-rapat umum yang diadakan oleh PKI dan konstitusi yang
memberi kekuasaan lebih besar kepada Soekarno dan Nasution – dua orang yang
oleh para pemberontak dianggap sebagai musuh utama – walalupun mengurangi
kekuasaan partai-partai politik termasuk PKI.
Para
pemberontak juga tidak mungkin mengetahui telah terjadi perubahan keseimbangan
kekuatan di antara pejabat Amerika Serikat yang ditugaskan untuk melaksanakan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengenai Indonesia yang terjadi pada
akhir 1958 dan awal 1959. Karena, seperti dikatakan di atas, keseimbangan itu
disebabkan oleh pengunduran diri pendukung para pemberontak yang paling kuat
dan gigih, yaitu Menteri Luar Negeri John Foster Dulles, dari perannya sebagai
pembuat kebijakan tersebut. Sekalipun menjadi pendukung kuat kebijakan Dulles
mengenai Indonesia, Eisenhower semakin terlibat dengan Kruschev dalam
menghadapi krisis di Jerman dan sikap RRC yang tetap membahayakan Taiwan. Wakil
Menteri Luar Negeri Christian Herter yang sejak itu semakin sering
menandatangani telegram sebagai ‘pejabat menteri luar negeri’ hingga April 1959, secara resmi menggantikan kedudukan Dulles
sebagai menteri luar negeri hanya lima minggu sebelum Dulles meninggal. Karena
sebelumnya tidak terlalu terlibat dalam kebijakan mengenai Indonesia dan
tampaknya tidak banyak mengetahui mengenai hal itu, Herter lebih banyak
terlibat dengan masalah-masalah yang terjadi di Eropa dan jelas tidak mempunyai
hubungan yang mendalam dengan para pemberontak yang dapat membuatnya terus
mendukung mereka. Allen Dulles, direktur CIA, tentu saja sangat banyak
mendukung para pemberontak dan hanya CIA-lah yang tampaknya masih tetap
memelihara hubungan yang sangat lemah dengan para pemberontak dan
mempertahankannya, sekurangnya dengan terus mengirimkan persenjataan dan
amunisi dalam jumlah sangat kecil. Tetapi, betapapun besarnya loyalitas dan
tanggung jawab atas ‘aset’ Amerika Serikat di Sumatra dan Sulawesi, tanpa
saudaranya Allen Dulles nampak banyak kehilangan pengaruh berkenaan dengan
kebijakan pemerintah mengenai Indonesia. Dan, setelah John Foster Dulles
mengundurkan diri dari jabatan pembuat kebijakan mengenai Indonesia, pengaruh
Duta Besar Jones dan para sekutunya di Pentagon semakin meningkat dan pada
akhir 1958 pengaruhnya menjadi kuat.
Mengenai
desakan Soviet yang sebelumnya ditolak oleh Jakarta karena khawatir bantuan
militer dan ekonomi dari Amerika Serikat akan dikurangi, Duta Besar Jones
mengatakan. “Karena yakin kami menolak permintaan mereka, akhirnya pemerintah
Indonesia mengambil kesempatan itu dan menerima bantuan dari pemerintah
Soviet.” Jones, The Possible Dream, hlm 122. Dewan Keamanan Nasional
memperkirakan selama 1957-1958 perjanjian bantuan non militer dari blok Soviet
(kredit modal untuk membayar peralatan, makanan, dan teknisi) ‘sebagian besar
merupakan kredit lunak’, berjumlah 194 juta dolar ‘dengan penawaran jumlah
tambahan yang masih dirundingkan’. Dewan memperkirakan jumlah bantuan Amerika
Serikat (1950 hingga 30 Juni 1958) hampir seluruhnya disediakan untuk tahun
fiskal 1957-1958 sebesar 276,9 juta dolar, terdiri atas 61,4 juta dolar dalam
bentuk hibah, 118,8 juta dolar dalam bentuk kredit, dan 96,7 juta dolar dalam
bentuk penjualan PL-480 (produk-produk pertanian Amerika Serikat) (dibayar
dengan rupiah, 80 persen diantaranya berupa pinjaman untuk pembangunan ekonomi
Indonesia). “Financial Appendix” dalam “US Policy Towards Indonesia,” Dewan
Keamanan Nasional 5901, 16 Januari 1959, hlm 30, 32 (Perpustakaan Dwight D.
Eisenhower).
Satu-satunya
perkecualian diantara sekutu Amerika Serikat hanya Belgia dan jumlahnya tidak
banyak. Memorandum: Usaha Indonesia memperoleh persenjataan, Dr. Richard K.
Stuart kepada J. Gordon Mein, 8 September 1959, hlm 3-4 (756D.561/9-859). Dari
antara transaksi yang dibuat pada 1958, 120.203.400 dolar dilakukan dengan
Polandia, 45.179.600 dolar dengan Cekoslowakia, dan 20.925.900 dolar dengan
Yugoslavia. Transaksi dengan Swiss seluruhnya berjumlah 4.090.900 dolar dan
dengan Belgia 1.321.700 dolar; ibid, hlm.2. Pada bagian pertama 199, transaksi
dengan Polandia dihentikan, tetapi dengan Cekoslowakia berjumlah 5.687.408
dolar dan dengan Yugoslavia berjumlah 23.375.800 dolar. Perhitungan dari
Departemen Luar Negeri menunjukkan adanya transaksi langsung dengan USSR
sendiri sampai Juli-Agustus 1959 yang seluruhnya berjumlah 5.000.000 dolar;
ibid, hlm.2
Departemen
Luar Negeri AS tidak mencatat adanya transaksi dengan Inggris dan Jerman Barat
selama bagian pertama 1958, tetapi selama paruh kedua 1958 dan paruh pertama
1959 jumlahnya masing-masing adalah 28.961.200 dolar dan 35.747.800 dolar. Dewan Keamanan
Nasional, Lampiran Keuangan kepada NSC 5901, “US Policy Towards Indonesia”, 16
Januari 1959, hlm.24. Para perunding
Amerika Serikat diberi hak untuk menerima persyaratan pembayaran kembali dalam
rupiah, tetapi hanya 15 persen dari jumlah dalam dolar.
Departemen
Luar Negeri kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta (No. 1401), 4 Februari 1959,
dan Jakarta kepada Menteri Luar Negeri 2515, 13 Februari 1959 (756D.56/2-459,
756D.00 (W)-2-1259). Lihat juga Robertson kepada Menteri Luar Negeri (Herter)
melalui Dillon: “Additional Military Assistance to the Indonesian Army”, 9
Januari 1959; dan Memorandum Pembicaraan “Military Assistance to Indonesia”,
Malcolm Booker, Kedutaan Besar Australia, dan John Gordon Mein, direktur urusan
Pasifik Barat Daya, 4 Februari 1959 (756D.5-MSP1-959, 2-459)> Pada 8
November 1958, Duta Besar Indonesia untuk AS di Washington mendapat jaminan
bahwa pesawat terbang militer yang dipesan pemerintah Indonesia seluruhnya atau
sebagian akan didasarkan atas kesepakatan ‘pemerintah dengan pemerintah’ dan
oleh karenanya tidak melalui cara pembelian biasa. Memorandum: “Possible Sale
of US Government Surplus F-51 and B-25 Aircraft”, dari John Gordon Mein kepada
Asisten Menteri Luar Negeri Robertson, 8 Januari 1959).
Dewan
Keamanan Nasional, Lampiran Keuangan kepada NSC 5901, “US Policy Towards
Indonesia”, 16 Januari 1959, hlm. 22. Tambahan lagi, sekalipun kenyataannya
biaya peralatan tersebut tampak tidak seberapa menurut dalam pandangan
pemerintah pusat di Jakarta, tetapi biaya itu juga mencakup “perbaikan dan
rehabilitasi” peralatan tersebut dan juga “pengemasan, pengepakan, pengiriman
dan biaya pelatihan.”
2.2. Kejayaan
Militer Indonesia tahun 1960 atas Keterlibatan Bantuan Militer Amerika dan Uni
Soviet
Tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan
tangan untuk bekerjasama dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat
meletusnya provokasi madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun
meletus, sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan
oleh campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
Amerika Serikat , yang telah
mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara (KTN), berhasil menggiring Indonesia
dan Belanda ke meja perundingan, yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB), yang
melahirkan sebuah pengakuan formal akan kemerdekaan Indonesia, tetapi
melanjutkan kolonialisme terselubung di negeri ini.
Pada tanggal 6 September 1950,
seorang tokoh sangat kuat di Masyumi, Natsir, telah memimpin pemerintahan, dan
membagi kekuasaannya dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), tetapi menutup
pintu untuk golongan kiri.
Karena lebih berorientasi kepada Barat,
maka pemerintahan ini sangat anti kepada blok lawannya, yaitu golongan
anti-imperialis atau kubu sosialis. Sehingga, kendati Soviet telah mengulurkan
tangan untuk kerjasama dengan Negara baru ini, tetapi pemerintahan Natsir
terlihat ragu untuk menerimanya.
Setelah
Natsir berakhir, kekuasaan dialihkan kepada seorang mitranya yang tidak kalah
anti-kirinya, yaitu Sukiman, yang memegang kekuasaan sejak Maret 1951. Meskipun
Sukiman menggeser politik luar negeri Indonesia semakin menjauh dari Belanda,
namun semakin kelihatan merapat dengan AS, imperialis lainnya yang tak kalah
kejamnya.
Pada bulan Februari 1952, tanpa sepengetahuan parlemen,
pemerintahan ini telah menandatangi perjanjian “Jaminan Keamanan Bersama”
dengan AS, yang telah mengesahkan bantuan militer AS untuk Indonesia. Sukiman
berakhir pada tahun 1952 dan kemudian digantikan oleh tokoh PNI, Wilopo, yang
sedikit banyaknya telah merubah haluan politik luar negeri Indonesia. Meskipun
pemerintah baru ini masih bersedia menerima bantuan ekonomi dan teknis dari AS,
tetapi telah bersikap kritis terhadap Negara adidaya itu.
Imbangan kekuatan makin cepat bergesernya ketika Ali
Sastroamidjoyo, salah satu tokoh penting PNI, menjadi perdana menteri. Pada
tahun 1953, Indonesia telah mengirim dubesnya yang pertama ke Peking, dan, pada
tahun 1954, telah terjadi tukar-menukar dubes antara Indonesia-USSR. Pergeseran
ini juga tercermin dalam politik internasionalnya, dimana Indonesia telah
mengeritik perang Korea, dan menolak untuk bergabung dengan fakta militer bentukan
AS dan sekutunya, SEATO. Menlu AS saat itu, John Foster Dulles, menyebut
perubahan sikap Indonesia ini sebagai “politik amoral”.
Pada tahun 1956, dalam suasana perjuangan mengembalikan
Irian barat ke pangkuan ibu pertiwi, Bung Karno telah memulai kunjungan ke
beberapa Negara, diantaranya, AS, USSR, dan Tiongkok. Meskipun kunjungannya ke
AS mendapat sambutan hangat dan berpidato di beberapa tempat di negeri itu,
namun penguasa AS kelihatannya memihak kepada Belanda terkait persoalan Irian
Barat.
Ketika berkunjung ke USSR, Bung Karno tidak hanya menemukan
sebuah suasana yang hangat, tetapi juga dukungan dari Soviet terkait perjuangan
nasionalnya. Kedua Negara sepakat menjalin kerjasama, dimana Soviet mengucurkan
dana sebesar 100 juta USD.
2.3 Peranan Soviet untuk merebut pasokan persenjataan
Amerika ke Indonesia
Pada tahun 1961, dalam sebuah pidatonya di Moskow, Bung
Karno telah menandaskan bahwa Asia-Afrika mengarahkan mukanya kepada Soviet
karena mengetahui bahwa negeri ini menghendaki kebebasan seluruh bangsa yang
telah memproklamasikan kemerdekaannya, dan menyebut Soviet sebagai “mercusuar”
dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Sebelumnya, November 1959, satu gugus kapal perang Soviet
telah singgah di Jakarta, dan angkatan lau Indonesia membalas kunjungan ini
pada tahun 1961. Tahun 1962 telah berdiri konsulat Soviet di beberapa kota,
diantaranya, Surabaya, Banjarmasin, dan Medan. Dalam persoalan Irian Barat,
Soviet sangat tegas memihak perjuangan rakyat Indonesia, yang digambarkannya
sebagai perjuangan untuk melikuidasi segala bentuk kolonialisme.
Terkait bantuan Soviet dalam membina AURI da ALRI saat
perjuangan merebut Irian Barat, Laksamana Martadinata mengatakan, “Uni-soviet
adalah satu-satunya Negara-negara yang siap membantu Indonesia dengan syarat-syarat
yang dapat diterima Indonesia.”
Di bidang militer, yang menjadi inti pembicaraan artikel
ini, Uni Soviet memberikan kepada Indonesia bantuan militer yang tidak ada
bandingannya. Ribuan orang militer Indonesia diajari oleh instruktur-instruktur
Soviet. Soviet memberikan bantuan sangat besar dalam membangun armada laut dan
angkatan udara Indonesia, yang nilainya mencapai 2,5 milyar USD. Seperti
dicatat Dubes Soviet saat ini, Alexander A Ivanov, ketika Indonesia sibuk
menghadapi provokasi Belanda, negerinya pernah memberikan bantuan 17 kapal
perang bagi Angkatan Laut (AL) Indonesia.
Untuk angkatan perang laut, Indonesia pernah punya satu
kapal perang terbesar dan tercepat di dunia saat itu, buatan Sovyet dari kelas
Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Inilah KRI Irian, sebuah
kapal perang yang memiliki bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270
orang termasuk 60 perwira. Bandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia
sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1.600 ton.
Angkatan udara, angkatan perang Indonesia menjadi armada
udara paling ditakuti di seluruh dunia. Indonesia dikabarkan memiliki ratusan
pesawat tempur canggih, yaitu 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30
pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat
supersonic MiG-19.
Pesawat MiG-21 Fishbed (Mikoyan-Gurevich MiG-21), buatan
ilmuwan Soviet, adalah salah satu pesawat supersonic paling canggih jaman itu,
bahkan mengalahkan pesawat tercanggih yang dipunyai AS; pesawat supersonic
F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan
pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.
Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh
strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu
dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika,
Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Madiun. Indonesia
juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, yang memiliki penembak peluru
kendali, plus 2 kapal sebagai pasokan suku cadang. Kesemuanya pensiun
begitu Soekarno jatuh, sedangkan satu buah dijadikan museum disurabaya.
Indonesia juga punya puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9
helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat
pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Jika ditotalkan
seluruhnya, maka Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Senjata mesin
AK-47, senjata buatan Soviet yang sangat populer pada jamannya, juga pernah
dipergunakan oleh angkatan perang Indonesia di era Bung Karno.
Angkatan perang inilah, ditambah dengan para sukarelawan
rakyat, berhasil mengepung dan membuat gemetar Malaysia selama “68 hari”,
padahal Malaysia didukung sepenuhnya oleh pasukan Inggris, Selandia Baru dan
Australia. Karena kuatnya gempuran Indonesia saat itu, Inggris harus
mengirimkan sejumlah kapal perang, termasuk beberapa kapal induk, untuk
mempertahankan Malaysia. Tidak hanya itu, Royal Air Force harus mengirim
skuadron pesawat tempur dalam jumlah besar untuk mengatasi gempuran Angkatan
Udara Republik Indonesia (AURI).
Meskipun, karena perseteruan Sino-Soviet, pihak Soviet
akhirnya kurang mendukung politik Bung Karno untuk mengganyang Malaysia. Soviet
menyebut tindakan Bung Karno itu sebagai politik “mengisolasi diri”. Namun,
sebagian pihak menganggap, bahwa sikap Soviet ini sangat dipengaruhi oleh
kebijakan baru mereka; koeksistensi damai.
Situasi-situasi setelah Indonesia mendapat pengakuan
kedaulatan formal tahun 1949, dibandingkan dengan situasi di hari-hari
revolusi, tidaklah menunjukkan kehidupan normal dari ancaman musuh. Di satu
sisi, bangsa Indonesia harus berjalan terus dengan revolusinya yang memang
belum selesai, sementara, pada pihak lain, gangguan dan rintangan menghalangi
republik baru ini untuk menuntaskan revolusinya.
Tidak terhitung berapa banyak provokasi dan kekacauan yang
sengaja dilakukan oleh imperialisme dan kekuatan pendukungnya di dalam negeri.
Begitu sulitnya perjuangan melewati keadaan-keadaan itu, sehingga Bung Karno
menamainya sebagai “tahap survive”. “Pukulan-pukulan apapun jang djatuh diatas
tubuh kita dimasa jang lampau, – pukulan-pukulan apapun jang mungkin telah
merebuk-redamkan menghantjur-leburkan bangsa-bangsa lain jang kurang kuat –
kita tetap berdiri, kita tetap hidup, kita tetap survive”, demikian dikatakan
Bung Karno menggambarkan kehidupan sulit tersebut. Dalam perjuangan tahap
survive itu, yang diantaranya melawan berbagai gerakan separatis dan intervensi
militer negeri-negeri imperialis, keberadaan angkatan perang telah memainkan
peranan yang penting.
Sebagai bangsa yang baru saja terbangun dari keterpurukan
kolonialisme selama ratusan tahun, bangsa Indonesia perlu dibangunkan
kepercayaan dirinya dan diperkuat mentalnya, salah satunya, melalui pembangunan
angkatan perang itu, harus pula dicatat bahwa dalam berbagai peperangan dan
konfrontasi, Indonesia tidak hanya menonjolkan kekuatan angkatan perangnya,
tetapi juga memperlihatkan mobilisasi dari sukarelawan-sukarelawan rakyatnya.
Dan, pada kenyataannya, Soviet tidak hanya punya andil dalam
memperkuat angkatan perang Indonesia saat itu, tetapi juga membantu dalam
proyek-proyek pembangunan, seperti jalan raya, pembangunan gedung-gedung dan
arsitekturnya, industri, dan lain sebagainya. Krakatau Steel, salah satu
industri baja terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, adalah hasil kerjasama
dengan Soviet, dimana negerinya Lenin itu mengucurkan dana 100 juta USD untuk
membangun industri baja tersebut.
Setelah angkatan perang dibina oleh rejim-rejim yang ‘jinak”
pada AS, maka angkatan perang Indonesia pun tak lagi disegani oleh dunia.
Angkatan perang Indonesia hanya mempunyai 114 unit kapal perang, 10 pesawat
Sukhoi, 67 unit pesawat tempur, dan enam buah pangkalan pesawat militer.
Bandingkan dengan Korea Utara, negeri kecil yang tidak
pernah bisa digertak AS, memiliki pesawat pembom sekitar 80 buah, Jet
tempur 440, pesawat transportasi 215, Helikopter sebanyak 302. Angkatan
Laut Korea Utara memiliki 63 kapal selam, frigat 3, dan kapal Amphibi sejumlah
261.
Meskipun
begitu, sehebat apapun sebuah angkatan perang, tapi kalau tidak dilandasi oleh
sebuah semangat atau patriotisme, maka itu tidak ada gunanya. Napoleon
Bonaparte pernah berkata; “Hanya ada dua kekuatan di dunia ini; pedang dan
semangat.”
Sebelum revolusi Agustus 1945 hingga menjelang provokasi
Madiun 1948, Soviet banyak menyokong perjuangan rakyat Indonesia, bukan hanya
dalam sokongan politik tetapi juga bantuan material. Sementara itu pembelaan
yang dilakukan oleh Dmitri Manuilski dan Andrei Wsjinski atas kemerdekaan Indonesia
di arena PBB, membikin nama Republik sovyet Sosialis Ukrainia dan Uni
Republik-republik Soviet Sosialis umumnya harum sekali di Indonesia.
Di tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan tangan untuk
bekerjasama dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat meletusnya
provokasi madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun meletus,
sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan oleh
campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
AS, yang telah mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara
(KTN), berhasil menggiring Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, yaitu
Konferensi Meja Bundar (KMB), yang melahirkan sebuah pengakuan formal akan
kemerdekaan Indonesia, tetapi melanjutkan kolonialisme terselubung di negeri
ini.
Meskipun
begitu, sehebat apapun sebuah angkatan perang, tapi kalau tidak dilandasi oleh
sebuah semangat atau patriotisme, maka itu tidak ada gunanya. Napoleon
Bonaparte pernah berkata; “Hanya ada dua kekuatan di dunia ini; pedang dan
semangat.”
2.4 Diberlakukannya
embargo militer Amerika terhadap Indonesia
2.4.1
Penyebab Diberlakukannya embargo militer Amerika terhadap Indonesia
Di dalam dunia politik internasional embargo adalah pelarangan
perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara. Mengapa Amerika Serikat
memberlakukan embargo militer terhadap Indonesia? Pada tahun 1991 di Dili Timor Timur terjadi kerusuhan dimana terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia di dili Timor Leste yang dilakukan oleh Tentara
Nasional Indonesia. Kemudian pada waktu presiden Republik Indonesia yang ke 3
yaitu bapak Bacharuddin Jusuf Habibie di tambahkan lagi soal pelanggaran Hak
Asasi Manusia tahun 1998 . Pada tahun itu pun Kinerja pemerintahan Bacharuddin
Jusuf Habibie dalam pemajuan dan penegakan Hak Asasi Manusia kurang memuaskan
bahkan sangat buruk . Baik dalam kerangka pemenuhan hak - hak ekonomi , social
, dan budaya ( economic , sosical and cultural rights ) Maupun dalam kerangka pemenuhan
hak – hak sipil dan politik ( civil and political rights ) .Zaman Presiden
Bapak Soeharto dengan zaman Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie tidak jauh
berbeda karena sama – sama tidak memenuhi dan kurang menghargai Hak Asasi
Manusia atau HAM. Amerika Serikat langsung memberlakukan embargo kepada
Indonesia karena Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia.Amerika Serikat
menganggap pelanggaran.Pada dasarnya embargo di keluarkan oleh beberapa Negara
terhadap Negara lain untuk membuat atau menyulitkan pemerintah Negara tersebut
dalam keadaan internal yang sulit dan ekonomi negara tersebut akan mengalami
kesulitan juga.Embargo sering sekali atau biasa di gunakan oleh beberapa Negara
sebagai hukuman politik bagi suatu Negara yang melanggar kesepakatan, perjanjian
atau kebijakan. Hak Asasi Manusia dalam dunia internasional sebagai isu yang
krusial.Oleh sebab itu Amerika Serikat kerap memberikan beberapa sangsi atas
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan di Negara-negara
dunia.Tujuan dari embargo ini adalah agar membuat Indonesia tidak melanggara
Hak Asasi Manusia kembali atau biasa disebut deterent effect (efek jera).
2.4.2
Pelaksanaan embargo militer oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia
Dalam menerapkan
embargo militer terhadap Indonesia, Amerika Serikat memberikan beberapa
peraturan tentang bagaimana implementasi embargo yang dilkukan Amerika Serikat
di bidang militer. Embargo militer yang dijalankan Amerika Serikat menerapkan
bahwa pemerintahan Amerika Serikat menghentikan pasokan senjata dan bantuan
militernya ke Indonesia.Pada tahun 1991 Amerika mulai mengembargo Indonesia
karena melanggar Hak Asasi Manusia di Timor-Timur. Penghentian pasokan
perlengkapan militer seperti persenjataan, pesawat tempur, tank dan juga peluru
kendali dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia.
2.4.3
Dampak yang dirasakan Indonesia akibat pelaksanaan
embargo militer Amerika Serikat terhadap Indonesia
Sebagai Negara
yang masih memiliki kekurangan di bidang pertahanan, Indonesia mengalami dampak
yang cukup signifikan atas diberlakukannya embargo militer Amerika Serikat.
Kurangnya pasokan peralatan tempur membuat Kopassus mencari dan melakukan upaya
agar embargo tersebut dapat dihentikan sehingga Kopassus dapat memperbaiki
kepercayaan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Sebenarnya, Indonesia tidak
hanya bergantung kepada bantuan Amerika Serikat dalam memperoleh bantuan
kemiliteran. negara-negara lain seperti Rusia dan Inggris masih memberikan
bantuan dan penjualan perlengkapan militernya kepada Indonesia.Saat negara kita
yaitu Republik Indonesia di embargo oleh negara
adikuasa yaitu Amerika Serikat negara kita benar-benar kerepotan dalam
menghadapi masalah pertahanan misalnya dalam sengketa perbatasan negara kita
tercinta ini dilecehkan oleh negara-negara
tetangga kita. Armada kapal laut Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut tidak
berdaya dan tidak bisa menjaga keamanan wilayah-wilayah laut secara aman dan
benar atau intensif. Kasus lain yang terjadi adalah meraknya pencurian hasil
kekayaan laut di laut wilayah negara kita tercinta.Lalu kita pun tidak bisa
(tidak kuat) atau tidak mampu secara efektif menjaga dan mengawal dari ancaman
dan gangguan para bajak laut yang ingin mengacau. Penyulundupan dan penerobosan
yang melanggar hukum di negara kita ini terus berlanjut dan tidak dapat kita
hindarkan lagi. Kemudian di udara pun terjadi hal yang serupa, kita pun sulit
atau tidak mampu mencegah dan melarang pesawat-pesawat asing yang melintasi
wilayah negara kita ini. Banyak sekali pesawat-pesawat asing yang ingin mengacau
di negara kita. Hal yang lebih parah lagi salah satu dari pesawat itu mencoba
mempermainkan pasukan Tentara Nasional Indonesia dengan cara mereka
berpura-pura menerobos perbatasan kita saat kita mulai siap menembak mereka
kembali pergi kenegaranya lagi. Yang membuat kita sedih lagi adalah ketika
bencana tsunami dating melanda aceh pada tahun 2005. Benar-benar kita tidak
punya alat pengangkut berukuran besar dan siap pakai (cepet gerak). Kalau pun
ada alat-alat pengangkut berukuran besar itu ada tapi terpencar di setiap
daerah di Indonesia dan daerah tersebut juga membutuhkannya. Negara kita
benar-benar kesulitan tanpa alat-alat militer yang mendukung untuk keperluan
dalam negeri atau kepentingan dalam negeri. Di bandingkan negara-negara
tetangga ternyata alat-alat militer milik kita (Indonesia) ternyata tidak ada
apa-apanya bahkan kita ketinggalan dari negara-negara tetangga kita untuk
perang, mempertahankan negara, dan untuk bencana alam sekalipun kita sudah
tidak bias apa-apa lagi.
2.4.4
Proses negosiasi untuk mengupayakan pencabutan embargo miter Amerika Serikat
terhadap Indonesia
Akhirnya pada
November 2005 Amerika Serikat mencabut embargo senjata yang di tujukan kepada
Indonesia pada tahun 1992 karena kasus Hak Asasi Manusia atau HAM di Dili Timor
Timur . Dari sumber yang di dapat penulis Alasan Amerika Serikat mencabut
embargo itu karena Indonesia punya peran strategis dalam Asia Tenggara dan
wakil dari dunia islam juga. Dengan pencabutan embargo ini negara kita sangat
menyambut dengan senang dan gembira . Dalam hal ini terbukalah kembali hubungan
yang baik anatara kita Indonesia dengan mereka Amerika Serikat . Tentara
Nasional Indonesia kita atau TNI dapat memperbaharui senjata – senjatanya dan
peralatan – peralatan perang yang lain agar bisa dengan sigap dan mantap dalam
menjaga keamanan negara baik perbatasan maupun keamanan dari serangan negara
lain. Persoalan pertahanan dan keamanan pun sudah mulai bisa di atasi . Para
Pasukan – pasukan , perwira – perwira Tentara Nasional Indonesia dapat melakukan
latihan bersama dengan tentara- tentara militer Amerika Serikat . Para Tentara
Nasional Indonesia akan semakin mantap dan kuat dalam menjaga pertahanan Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) . Tetapi meskipun embargo sudah di cabut
kita harus tetap membangun diri kita sendiri agar dapat berdiri sendiri dan
maju tanpa bantuan dari Amreika Serikat. Kita juga harus menjalin kerjasama
dengan Rusia dan China karena saat ini mereka juga pemasok senjata terbesar .
Indonesia juga harus membuat strategi untuk mereformasi sector keamanan yang
telah terjadi sejak 1998 . Reformasi keamanan adalah salah satu cara agar
negara kita dapat membangun kembali pertahanan yang kuat dan dapat diandalkan
untuk pertahanan Indonesia di masa depan nanti . Membangun kemandirian
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pertahanan nasional adalah hal utama dan
dilakukan pembangunan industri pertahanan yang tangguh . Untuk itu perlu ada
komitmen politik pemerintah untuk menyediakan ide-ide atau solusi –solusi agar
negara kita tidak lagi menjadi pembeli utama senjata – senjata perang tetapi
sudah harus bisa menjadi salah satu pemasok senjata – senjata perang di dunia .
Pemerintah Indonesia pada saat ini sedang melakukan kerjasama dengan Amerika
Serikat dalam hal latihan bersama Komando Pasukan Khusus atau KOPASSUS dengan
militer Amerika Serikat . Pencabutan Embargo yang dilakukan Amerika Serikat
terhadap Indonesia oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat . tetapi sejumlah
anggota komisi 1 DPR menyarankan agar pemerintah berhati – hati terhadap pencabutan
embargo Amerika Serikat terhadap Indonesia bahwa pencabutan embargo ini adalah
bentuk ke khawatiran pemerintah Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia
karena takut akan hilangnya pasar produk militernya di Indonesia . Pemerintah
sedang mengusahakan kerjasama agar KOPASSUS dapat berlatih di Amerika tetapi
sampai saat ini belum ada tanggapan . Menurut Amerika Serikat mereka belum
sepenuhnya mencabut embargo terhadap Indonesia tetapi Amerika malah menawarkan
Pesawat F – 16 dan beberapa senjata militer canggih lainnya kepada Indonesia .
Menurut menteri perthanan meskipun KOPASSUS Komando Pasukan Khusus tidak
berlatih di Amerika tetapi mereka tetap tangguh karena mereka juga berlatih
bersama dengan Cina , Korea Selatan , dan , Rusia . Mekipun begitu KOPASSUS
tetap memiliki persenjataan canggih karena adanya Cina dan Rusia yang memasok
senjata kepada Indonesia . Kedatangan Presiden Amerika Barrack Obama ke
Indonesia itu juga untuk membahas soal embargo ini .Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono juga berusaha bersama para menteri agar Amerika Serikat bisa
bersahabat baik dan berhubungan baik kemudian terciptanya kerjasama antara
kedua belah negara . Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sangat menyayangkan
bahwa KOPASSUS belum bisa latihan bersama dengan militer Amerika Serikat .
Tetapi dengan kedatangan Obama ini mungkin saja bisa terjadi latihan bersama
antara KOPASSUS Komando Pasukan Khusus dengan Militer Amerika Serikat .
Meskipun KOPASSUS belum latihan bersama dengan militer Amerika Serikat KOPASSUS
tetap menjadi salah satu dari 3 tentara terkuat di dunia mengingat prestasi
KOPASSUS yang sangat hebat dan peralatan canggih milik mereka . Ini juga salah
satu prestasi buat negara Indonesia meskipun tidak ada bantuan dari Amerika
Serikat KOPASSUS tetap menjadi pasukan terbaik .
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari Pemamaparan di atas kita memang
membutuhkan bantuan Amerika Serikat dalam pemasokan senjata kita sangat
kesulitan saat di embargo tetapi meskipun begitu kita tetap bisa menghadapi
kesulitan tersebut dengan di bantu beberapa negara besar dan mulai dari
sekarang kita harus bisa memajukan pertahanan negara kita tanpa di bantu
Amerika Serikat atau pun negara – negara lain . Kita harus bisa berdiri sendiri
dan menuju kejayaan
Indonesia
dan Amerika Serikat terikat pada comprehensive partnership yang
disepakati pemimpin kedua negeri, termasuk di dalamnya kemitraan dalam bidang
pertahanan. Terkait dengan hal tersebut, realisasi dari kemitraan di bidang
pertahanan antara lain adalah bantuan Washington kepada Jakarta yang sesuai
dengan kebutuhan Jakarta. Bantuan seperti itu akan menunjukkan kesungguhan dan
ketulusan Amerika Serikat kepada Indonesia dalam rangka menciptakan stabilitas
kawasan.
Misalnya
soal kerjasama tentang Laut Cina Selatan. Apabila Washington ingin membantu
Jakarta, salah satu bentuknya adalah pengadaan sistem senjata Angkatan Laut
yang mampu beroperasi di sana. Kalau yang diberikan adalah kapal patroli cepat,
itu tindakan yang meningkatkan kemampuan kekuatan laut Indonesia untuk hadir di
perairan itu.
Di sisi
lain, Indonesia harus cermat dalam mengkaji proposal bantuan yang hendak
diajukan kepada Amerika Serikat. Jangan sampai proposal bantuan dari Amerika
Serikat langsung diaminkan saja tanpa pembahasan lebih lanjut, termasuk
misalnya di mana sistem senjata itu akan dioperasikan. Kadang kala, kelemahan
Indonesia adalah tidak mengkaji secara matang tawaran bantuan yang disodorkan
oleh pihak asing, sehingga kemudian mengalami kesulitan ketika sudah
dioperasionalkan.
Bantuan Amerika
Serikat hendaknya berupa kemudahan mengakses teknologi sensitif yang dipunyai
negeri itu. Misalnya Indonesia bisa membeli rudal jelajah Angkatan Laut yang di
dalamnya mempunyai subkomponen buatan Washington, meskipun rudal itu keluaran
Eropa. Bentuk bantuan bisa pula mengoptimalkan kerjasama intelijen secara rutin
dan tidak lagi hanya bersifat satu arah yaitu berdasarkan kebutuhan Washington
belaka.
Bantuan
militer Amerika Serikat kepada Indonesia merupakan keniscayaan dalam kemitraan
kedua negara. Hanya saja perlu ketulusan kerjasama kedua belah pihak. Isu ini
yang perlu diperkuat oleh Washington dan Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
amerika uas/Inilah Kekuatan Raksasa
Militer Indonesia pada Tahun 1960 _ Kumpulan Artikel Perang.htm
amerika uas/Kejayaan Angkatan
Perang Indonesia Pada Masa Bung Karno%C2%A0_%C2%A0Berdikari Online.htm
/Embargo_Senjata_AS_Sulit_Ditembus.pdf